Minggu, 20 Maret 2011

PESERTA DIDIK

BAB I

PENDAHULUAN

Peserta didik temasuk actor penting dalam berlansungnya aktivitas pendidikan. Sebagai subyek penerima peserta didik perlu dikenali karakternya. Tahap perkembangan peserta didik amat penting diketahui guna menyesuaikan cara mendidik kita kepada peserta didik agar sesuai dengankapasitas dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Peserta didik tentu memiliki poteni, sebagi seorang pendidik tentu berupaya agar peserta didiknya dapat mengembangkan potensi mereka berupa kecerdasan yang bermanfaat bagi kehidupan di lingkungannya.























BAB II

PEMBAHASAN
Pada hakekatnya aktivitas pendidikan selalu  berlangsung dengan melibatkan unsur subyek yang penting yang menurut Noeng Muhadjir (1994) disebut sebagai subyek penerima di satu pihak dan subyek pemberi di lain pihak dalam interraksi pendidikan. Keduanya menjadi unsur dasar yang membentuk aktivitas pendidikan. Dengan demikian, ketiadaan kedua subyek tersebut berarti juga ketiadaan aktivitas pendidikan. Dalam prakteknya, subyek penerima adalah peserta didik sedangkan subyek pemberi adalah pendidik.

  1. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melelui proses pendidikan. Sosok peserta didik umumnya merupakan sosok anak  yang membutuhkan bantuan  orang lain untuk bisa tumbuh dan berkembang kearah kedewasaan. Selalu mengalami perkembangan dari sejak lahir sampai meninggal dengan perubahan – perubahan yang terjadi secara wajar ( Sutari Imam Barnadib, 1995). Menurut Sutari Imam Barnadib (1995) peserta didik sangat tergantung dan membutuhkan bantuan dari orang lain yang memiliki kewibawaan dan kedewasaan. Istilah peserta didik  pada pendidikan formal/ sekolah jenjang dasar dan menengah, dikenal dengan nama anak didik suatu siaswa ; lain lagi dengan santri yang berada di lingkungan pondok pesantren, dan pada lingkungan keluarga disebut anak. Namun pendidikan pada lembaga nonformal tertentu seperti kelompok belajar paket C atau lembaga kursus, peserta didik disebut peserta ajar yang terkadang berusia lebih tua dari pendidiknya.

  1. Peserta Didik sebagai Persona
Pandangan modern tentang pendidikan dewasa ini melihat peserta didik adalah subyek atau persona, yakni makhluk yang mempribadi tidak lagi sebagai obyek yang non-pribadi sebagaimana pandangan para ahli pada abad pertengahan. Peserta didik adalah subyek yang otonom dengan sifat – sifat manusiawinya. Memiliki keinginan mengembangkan didri ( menddik diri) secara terus menerus agar bias memecahkan masalah – masalah dalam hidup. Ciri khas peserta didik yang perlu difahami oleh pendidik sebagaimana dijelaskan oleh Umar Tirta Rahardja dan La Sulo (1994) adalah bahwa peserta didik merupakan :
a)      Individu yang memiliki potensi fisik dan psikhis yang khas, sejak lahir telah memiliki potensi – potensi yang berbeda dngan individu lain yang ingin dikembangkan dan diaktualisasikan. Sehingga masing- masing individu memiliki keunikan tersendiri.
b)      Individu yang berkembang, yakni selalu ada peruahan dalam diri peserta didik secara wajar baik yang ditujukan kepada diri sendiri maupun kearah penyesuaian lingkungan.
c)      Individu yang menbutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi. Maksudnya adalah walaupun ia adalah makhluk yang berkembang punya potensial fisik dan psikhis untuk bisa mandiri, namun karena belum dewasa maka ia membutuhkan bantuan dan bimbingan dari pihak lain sesuai kodrat kemanusiaannya.
d)     Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Karena setiap individu memiliki kecenderungan untuk memerdekakan diri , sehingga mewajibkan bagi pendidik dan orang tua untuk setapak demi setapak memberikan kebebasan pada anak dan pada akhirnya pendidik mengundurkan diri.
Keempat ciri di atas merupakan justifikassi indikasi keunikan peserta didik sebagai persona yang multidimensional. Aneka dimensi bisa menjelma pada diri peseta didik dalam interaksinya dengan lingkungan alam natural dan lingkungan sosiokultural. Dimensi-dimensi itu yakni dimensi individualitas, sosialitas, religiusitas, dan dimensi historisitas.
Semua keunikan yang ada pada diri peserta didik sebagai pribadi manusia jelas dapat menjadi indikator yang membedakan antara dirinya dengan makhluk lain. Dinamika kehidupan manusia dapat mengarah pada situasi yang konstruktif  atau malah sebaliknya yakni destruktif. Oleh karena itu, kehidupan manusia perlu diarahkan oleh kecerdasan rasio, kepekaan hati nurani, dan kebaikan budi pekerti yang menyatu menjadi sebuah satu kesatuan tak terpisahkan, sehingga dalam jangka panjang dapat melahirkan kemajuan peradaban. Howard Gardner menyebutkan kecerdasan manusia tidak bersifat tunggal akan tetapi ganda (multiple intelligences). Hal ini senada dengan Thomas Amstrong (1993) yang menyebut kecerdasan ganda (multiple intelegences)  pada diri manusia meliputi tujuh macam kecerdasan, yaitu: verbal intelligences, musical intelligences, spatial intelligencess, kinesthetical intelligences, logical-matematical intelligences, social intelligences, intrapersonal intelligences.
Untuk memperkuat hakikat manusia sebagai makhluk multidimensional, maka Notonagoro (Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan dwi Siswoyo, 1995) menambahkan bahwa secara kodrati peserta didik merupakan sosok manusia yang memiliki aneka macam kodrat yaitu kedudukan kodrat, susunan kodrat, dan sifat kodrat. Dari segi kedudukan kodrat, manusia bisa disebut sebagai makhluk yang berdiri sendiri di satu sisi dan makhluk ber Tuhan  di sisi yang lain. Skema hakekat kodrat peserta didik sebagai subyek manusia tergambar dalam diagram sebagi berikut (Dirto Hadi Susanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, 1995 :

                                                  Kedudukan kodrat
                  Makhluk berdiri                                                    Makhluk Ber-Tuhan
                  Sendiri (9)


                  (1) Alamiah                                                          (4) Cipta
                  (2) Vegetatif                                                         (5) Rasa

                 Raga                            Susunan Kodrat                   Jiwa
                  (3) Animal                                                             (6) Karsa
                                                   
                (7) Makhluk                  Sifat  kodrat                        (8) Makhluk social
                     Individu                                      

Gambar-1 : skema hakekat kodrat peserta didik sebagai manusia



3.   Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik
            Sebagai manusia yang memppunyai potensi kodrati, peserta didik memungkinkan untuk bisa tumbuh dan berkembang.Istilah pertumbuhan pada diri peserta didik lebih diartikan sebagai bertambahnya tinggi badan, berat badan, semakin efektifnya fungsi-fungsi otot tubuh dan organ fisik, organ panca indra, kekekaran tubuh, dan lain-lain yang menyangkut kemajuan aspek fisik. Sedangkan istilah perkembangan diartikan sebagai semakin optimalnya kemajuan aspek psikhis peserta didik. Menurut Hurlock (1992) perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.
            Proses pertumbuhan dan perkembangan berjalan dengan tahapan. Masing-masing tahap merupakan masa peka peserta didik terhadap kebutuhan tertentu yang membutuhkan perlakuan sesuai dari pendidik. Mengenai maasa peks ini dikemukakan pertama kali oleh Maria Montessori (E.M. Standing, 1988) dengan istilah “sensitive periods”. Tugas pendidik adalah kewajiban mengenali masa peka yang ada pada diri peserta didik yang kemudian memberikan pelayanan dan perlakuan yang tepat.. Dalam buku Crow and crow (Sutari Imam Barnadib,1995) dijelaskan usia perkembangan, diantaranya adalah :
  1. usia kronologis
  2. usia kejasmanian
  3. usia anatomis
  4. usia kwjiwaan
  5. usia pengalaman

Usia perkembangan peserta didik berproses secara berbeda dipengaruhi oleh lingkungan dan kenyataan hidup yang dialami.
Perkembanagn peserta didik menurut Charlotte Buhler melalui beberapa tahap, yakni :
  1. tahap permulaan
  2. masa penanjakan sampai kira-kira umur 25 tahun
  3. masa puncak masa hidup, pada umur 25 sampai 50 tahun
  4. masa penurunan dan menarik diri dari kehidupan masyarakat, dan terakhir
  5. masa akhir kehidupan.
 Namun menurut meskipun kemunduran biologis nyata terjadi, tetapi belum dapat ditentukan apakah juga ada kemunduran fungsi psikhisnya. Terhadap semua hal yang telah digambarkan tersebut, paling tidak ada lima asas perkembangan pada diri peserta didik menurut Sutari Imam Barnadib (1995):
  1. Tubuhnya selalu berkembang sehingga semakin lama semakin dapat menjadi alat untuk menyatakan kepribadiannya.
  2. Anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, hal ini menyebabkan dia terikat kepada pertolongan orang dewasa yang bertanggung jawab
  3. Anak membutukan pertongan dan perlindungan serta membutuhkan pendidikan untuk kesejahteraan anak didik.
  4. Anak mempunyai daya berekspresi, yaitu kekuatan untuk menemukan hal-hal baru di dalam lingkungannya dan menuntut pendidik untuk memberi kesempatan kepadanya
  5. Anak mempunyai dorongan untuk mencapai emansipasi dengan orang lain.

Ada  beberapa teori dengan orientasi beragam tentangperkembangan peserta didik.
  1. Nativisme
Teori nativisme dipelopori oleh Schopenhauer (1788-1860) yang berpendapat bahwa bayi manusia sejak lahir sudah dikaruniai bekal baik dari potensi baik dan buruk. Dari potensi inilah yang akan menentukan pertumbuhan dan perkembangan manusia tersebut. Nativisme berasal dari kata native yang berarti adalah terlahir. Teori nativisme merupakan teori yang menganggap bahwa pertumbuhan dan perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh factor pembawaannya yaitu aneka potensi.

  1. Empirisme
Teori empirisme bertolak dari tradisi Lockean yang lebih mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembnagan manusia termasuk dalam proses pendidikan. Teori yang dipelopori oleh John Locke iniiiiii berpendapat bahwa perkembangan anak terganung dari pengalamannya, sedangkan pembawaannya tidak penting. John Loce merintis aliran baru yang dikenal dengan teori “abula rasa” yang beranggapan babhwa anak terlahir ke dunia ini nagaikan kertas pputih. Istilah lain dari empirisme adalah environmentalisme, sebab aliran ini menekankan pengalaman empiris yang berupa rangsangan-rangsangan yang berasal dri lingkungan(environment)

  1. Naturalisme
Teori ini hamper sama dengan aliran nativisme di atas, karena keduanya sama-sama berasumsi bahwa anak terlahir sudah memiliki pembawaan. Teori naturalisme dipeloporioleh J.J. Rousseau (1712-1778) yang berpendapat bahwa anak sejak lahir sudah membawa potensi baik. Adapun akhirnya ia menjadi jahat disebabkan oleh pengaruh-pengaruh negative dari masyarakat yang memang sudah rusak atau jahat.
            Agar anak tetap menjadi baik dan tidak berubah menjadi jahat, maka anak tersebut sejak kecil harus dipisahkan dri pengaruh masyarakat. Karena masyarakat pada dasarnya sudah berubah menjadi berwatak jahat, bobrok, sarang dari banyak kriminalitas, korupsi, dan lain-lain. Oleh karena itu supaya anak tidak terpengaruh dengan semua kejelekan itu, maka anak harus dijauhkan dari masyarakat. Akibat pandangan yang begitulah maka aliran Naturalisme dari J.J. Rousseau ini juga dikenal dengan teori negativisme.

  1. Konvergensi
Teori ini  mencoba untuk mensintesiskan teori-teori yang telah disebut di atas. Teori yang dipelopori oleh William Stern(1871-1939) ini beranggapan bahwa pertumbuhan dan perkembangan individu disampaniig dipengaruhi oleh factor-faktor internal yaitu potensi yang dibawa sejak lahir juga dipengaruhi oleh pengalaman. Faktor internal (sebagaimana dijelaskanoleh Nativisme dan Naturalisme) serta factor eksternal (sebagaimana dituturkan oleh Empirisme) sama-sama memperoleh peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. 
            Teori ini disebut sebagai teoikonvergensi dikarenakan menggabungkan aliran-aliran senelumnya menjadi memusat ke satu titik (konvergen). Oleh karena itu, implikasi dari teori ini adalah:
    1. pendidikan mungkin dilaksanakan
    2. pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anakk didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah potensi yang buruk atau kurang baik
    3. yang membatasi pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan

Namun demikian teori konvergensi dianggap para hali masih menyisakan permasalahan kerena teoriini dianggap tidak bias menjelaskan lebih llanjut dinamika perkembangan pasca pertemuan dua factor bawaan dan lingkungan. Untuk itu, Jean Piaget mengembangkan teori interaksi dengan penjelasan bahwa pribadi anak / peserta didik semula masih belum berkembanng kemudian mengalami perkembangan menjadi yang lebih baik di samping berinteraksi dengan lingkungannya.
            Variasi pemikiran dalam teori interaksi adlah munculnya teori Norm of Reaction. Menurut Hirsch, tokoh pemikir teori ini, bahwa genotype merupakan bagian dari sifat bawaan yang potensial dan tidak langsung kelihatan ia merupakan rentang potensi (range of pppppoencial outcomes). Genotype dapat berkembang tergantung dari factor lingkungan (environment) daaan saat tepat (timing) terjadiny interaksi antara keduanya. Genetik menentukan batas social seseorang. Adapun hasil perkembangan seseorang dapat bergerak ke atas atau batas bawah. Tokoh teori Konvergensi yang bernama William Stern, menyebut teoroi ini dengan istilah rubber band hypothesis.



4.            TEORI PERKEMBANGAN FISIK PESERTA DIDIK

            Perkembangan fisik mencakup berat badan, tinggi badan, termasuk perkembangan motorik. Dalam pendidikan, pengembangan fisik anak mencakup pengembangan: kekuatan(strength), ketahanan (endurance), kecepatan (speed), kecekatan(agility), dan keseimbangan(balace).
                        Menurut Gasell dan Ames serta Illingsworth, perkembangan peserta didik pada anak usia dini meliputi delapan pola umu sebagai berikut:
a)      Continuity (keberlanjutan)
b)      Uniform sequence (kesamaan tahapan)
c)      Maturnity (kematangan)
d)     From general to specific process (proses dari umum ke khusus)
e)      Dari gerak refleks bawaan ke arah terkoordinasi
f)       Chepalo-caudal direction
g)      Proximo-distal
h)      From bilateral to crosslateral coordinate

5. TEORI PERKEMBANGAN BIOLOGIS PESERTA DIDIK
            Teori perkembangan biologis peserta didik yang dikemukakan oleh Aristoteles dan kretschmer lebih melihat perkembangan peserta didikpada tahap-tahap perkembangan fisik, tetapi Sigmund Freud lebih melihat pengaruh perkembangan fisik terhadap tahap-tahap perubagan perilaku libido seksual (psikoseksual).
            Pada tahun 1905 Sigmund Freud mengemukakan teori perkembangan psikoseksual (Theory of Psychosexual Development) yang mengatakan bahwa seksualitas adalah faktor pendorong terkuat untuk melakukan sesuatu dan bahwa pada masa balita pun anak-anak mengalami ketertarikan dan kebutuhan seksual.
            Perkembangan peserta didik menurut Sigmund Freud secara lebih jelas dapat dicermati lebih lengkap sebagai berikut:
Umur (tahun)
Fase perkembangan
Perubahan perilaku
0,0 – 1,0
Masa oral
Mulut merupakan daerah pokok aktifitas dinamik
1,0 – 3,0
Masa anal
Dorongan dan tahanan berpusat pada fungsi pembuangan kotoran
3,0 – 5,0
Masa felis
Alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting
5,0 – 13,0
Masa laten
Impuls-impuls atau dorongan-dorongan cenderung terdesak dan mengendap ke dalam bawah sadar
13,0 – 20,0
Masa pubertas
Impuls-impuls mulai menonjol dan muncul kembali. Apabila bisa dipindahkan dan disublimasikan oleh das ich dengan baik, makaia bisa sampai pada masa kematangan
20,0 ke atas
Masa genital
Individu yang sudah mencapai fase ini telah menjadi manusia dewasa dan siap terjun dalam kehidupan masyarakat luas

6. TEORI PERKEMBANGAN INTELEKTUAL PESERTA DIDIK
            Piaget adalah salah satu tokoh penting dalam bidang psikologi perkembangan. Teori-teorinya yang mengutamakan unsur kesadaran(kognitif) masih dianut banyak orang sampai sekarang. Ketertarikannya menyelidiki peran genetik dan perkembangan anak, akhirnya menghasilkan teori perkembangan kognitif ( Theory of Cognitive Development) atau teori perkembangan intelektual (Theory of Intellectusl Development).
Dalam teori perkembangan intelektual, dikemukakan bahwa tahap-tahap yang harus dilalui seorang anak dalam mencapai tingkatan perkembangan proses berfikir formal. Dan setiap tahap perkembangan dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Pengetahuan yang didapat peserta didik akan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Proses asimilasi adalah proses yang dilakukan peserta didik dengan cara menyerap informasi baru dalam pikirannya. Sedangkan, proses akomodasi adalah proses yang dilakukan peserta didik dengan cara menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat dalam struktur pikiran. Pengertian lain akomodasi adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsang baru/memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsang itu.
Perkembangan peserta didik berlangsung dalam empat tahap, yaitu:
           
Umur
(tahun)
Fase
Perkembangan
Perubahan
Perilaku

0,0 – 2,0
Tahap sensori motor
Kemampuan berpikir peserta didik baru melalui gerakan atau perbuatan.perkembangan panca indera sangat berpengaruh dalam diri mereka. Keinginan terbesarnyaadalah keinginan menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan mengetahui reaki dari perbuatannya. Pada usia ini mereka belum mengertiakan motivasi dan senjata terbesarnya adalah menangis. Menberi pengetahuan pada mereka pada usia ini tidak dapat hanya dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak.
2,0 – 7,0
Tahap pra operasional
Kemampuan skema kognitif masih terbatas. Suka meniru perilaku orang lain, terutama meniru perilaku orang tua dan guru yang pernah ia liahat ketika orang itu merespon terhadap perilaku orang lain, jkeadaan dan kejadian yang dihadapi pada masa lampau. Muali kemampuan menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat pendek secara efektif.
7,0 – 11,0
Tahap operasional kongkret
Peserta didik sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya volume dan jumlah; mempunyai kemampuan memahami cara mengkombianasikan beberapa golongan bendayang tingkatannya bervariasi. Sudah mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang kongkret.
11,0 – 14,0
tahap operasional formal
Memiliki kemampuan mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif, secara serentak maupun berurutan. Misalnya kapasitas merumuskan hipotesis dan menggunakan prisip-prinsip abstrak. Dengan kapasitas merumuskan hipotesis peserta didik mampu berfikir memecahkan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan. Sedang dengan kapasitas menggunakan prinsip-prnsip abstrak, peserta didik akan mampu mempelajari materi pelajaran yang abstrak, seperti agama, matematika dan lainnya.

                        Tiga dalilpokok Piager dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual antara lain
  1. perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan sama.
  2. tahap-tahap perkembangan didefinisikan sebagai suatu duster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis, dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual.
  3. gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration) proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman( asimilasi) dan struktur kognitif ysng timbul(akomodasi).


7.TEORI PERKEMBANGAN SOSIAL PESERTA DIDIK
                  Erik Homburger Erikson adalah tokoh terkenal dengan tulisan-tulisannya di bidang psikologi anak. Erikson mengembangkan teori dari Freud dengan menekankan pada aspek-aspek perkembangan sosial. Kemudian teori ini disebut teori perkemabangan psikososial (theory pf Psychosocial Development) diamana ia membagi tahap-tahap perkembangan manusia menjadi delapan tahapan antara lain
Umur
(tahun)
Fase
Perkembangan
Perubahan
Perilaku
0,0 - 1,0
Trust
vs
Mistrust
Tahap pertama, tahap pengembangan rasa percaya diri kepada orang lain. Fokus terletak pada panca indera, sehingga sentuhan dan pelukan dangat diperlukan.
2,0 - 3,0
Autonomy
vs
Shame
Dapat dikatakan sebagai masa pemberontakan anak atau masa ‘nakal’nya. Kenakalannya tidak dapat dicegah begitu sja karena anak sedang mengembangkan kemampuan motorik (fisik) dan mental (kognitif), sehingga yangdiperlukan justru mendorong dan memberikan tempat  motorik dan mental.
4,0 – 5,0
Inisiative
vs
Guilt
Mereka banyak bertanya dlam segala hal dan juga mengalami pengembangan inisiatif/ide. Perkembangan lain yang hrus tercipata adalah identitas diri terutama yang berhubungan dengan jenis kelaminnya.
6,0 – 11,0
Industry
vs
Inferiority
Mereka sudah bisa engerjakan tugas-tugas sekolah dan termotivasi untuk belajar. Namun berkecenderungan untuk kurang berhati-hati dan menuntut perhatian.
12,0 – 18/20
Ego-identity
vs
Role on fusion
Manusia ingin mencari identitas dirinya. Anak yang sudah beranjak menjadi remaja mulai ingin tampil memegang peran-peran sosial di masyarakat. Namun belum bisa mengatur dan memisahkan tugas dalam peran yang berbeda.
18/19 – 30
Intimacy
vs
Isolation
Manusia sudah muai siap menjali hubungan yang intim dengan orang lain, membangun bahtera rumah tangga bersama calon pilihannya.
31 – 60
Generativity
Vs
Stagnation
Munculnya kepedulian yang tulus terhadap sesama. Tahap ini terjadi saat seseorang telah memasuki usia dewasa.
60 ke atas
Ego integrity
Vs
Putus asa
Mas aini dimulai pada usia 60-an, dimana manusia mulai mengembangkan integritas dirinya.



8. TEORI PERKEMBANGAN MENTAL PESERTA DIDIK
                  Lev Vygotsky salah satu pencetus teori perkembangan peserta didik ia berpendapat siswa dapat membentuk pengetahuan yaitu apa yang diketaui siswa bukanlah hasil kopi dari apa yang mereka temukan didalam lingkunan, tetapi sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa.
                        Sumbangan terpenting Vygotsky adalah konsep zone of prokximal development(ZPD) dan scaffolding. Ia yakin bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau menagani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu berada pada zone of proximal development (ZPD). ZPD adalah tingkat perkembangan sedikit diatas tingkat perkembangan sesorang saat ini, dan Vygotsky lebih yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dengan kerjasama atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap ke dalam individu tersebut.
                        Konsep scaffolding berarti memberikan kepada siswa sejumlah besar bantuan selam tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan keada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya.
            Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, perlunya tatana kelas dan bentuk pembelajaran jooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-msing ZPD mereka. Kedua,  pendekatan vygotsky dalam pengajaran menekankan scaffolding, yakni dengan semakin lama siswa belajar akan semakin bertanggung jawab terhadap pembelajaran sendiri. Singkatnya siswa perlu belajar dan bekerja secara berkelompok sehingga siswa dapat saling berinteraksi dengan lainnya disertai adanya bantuan guru terhadap para siswa tersebut dalam kegiatan pembelajaran.

9. Teori Perkembangan Moral Peserta Didik
Istilah moral berasal dari bahasa latin “mores” yang berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat, akhlak, ajaran tentang kesusilaan, dan tata cara dalam kehidupan. John Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tingkatan yaitu :
1.      Tahap ‘premoral’ atau ‘preconventional’
tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial.
2.      Tahap ‘conventional’
Seseorang bisa menerima nilai dengan sedikit kritis berdasarkan kepada kriteria kelompoknya.
3.      Tahap ‘autonomous’
Seseorang sudah mulai bisa berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri.
Sedangkan Jean Pigaet, juga melakukan pengamatan dan wawancara (Windmiller,1976). Hingga pada kesimpulan bahwa perkembangan kemampuan kognitif pada anak-anak mempengaruhi pertimbangan moral mereka. Menurutnya ketidakmatangan moral anak dikarenakan dua hal yaitu :
  1. keterbatasan moral anak (egosentris dan realistik)
  2. Rasa hormat pada orangtua atau orang dewasa yang heterogen
Pigaet membagi perkembangan moral ke dalam tiga tahap yaitu:
Umur (tahun)
Fase Perkembangan
Perubahan Perilaku
0,0 – 3,0
Non-Morality
Anak belum memiliki atau mengenal moral.
4,0 – 8,0
Heteronomous
Anak sudah mulai menerima dan memiliki aturan begitu saja dari orang lain yang dipandang tidak bisa diubah. Pada tahap ini disebut sebagai masa realisme (stage of moral realism) atau moralitas berkendala (constraint morality). Tugas dan kewajiban dipandangnya sebagai wujud suatu kepatuhan.
9,0- 12,0
Autonomous
Moral dipandang sebagai persetujuan bersama timbal balik, dapat dipelihara dan diubah sesuai kebutuhan kolektif. Merupakan moralitas bekerjasama (collaborate morality). Tugas dan kewajiban dipandang sebagai kesesuaian dengan harapan dan kesejahteraan bersama.
Selain mereka, Lawrence Kohlberg (1977) juga berpendapat bahwa anak mengalami tingkat-tingkat perkembangan moral yang dimulai dari konsekuensi yan sederhana, yang berupa pengaruh kurang menyenangkan dari luar atas tingkahlaku, sampai pada penghayatan dan kesadaran tentang nilai-nilai kemanusiaan universal.
Tahap-tahap perkembangan moral diperinci sebagai berikut :
  1. tahap pre-conventional
    1. Tingkat-1, moralitas heteronomous
Tingkat ini moralitas dari suatu perbuatan ditentukan oleh ciri-ciri yang bersifat fisik.
    1. Tingkat-2, moralitas individu dan timbal balik
Seseorang sudah mulai sadar dengan aneka tujuan dan keperluan orang lain.
  1. tahap conventional
    1. Tingkat-3, moralitas harapan saling antar individu
Kriteria baik buruknya suatu perbuatan dalam tingkat ini ditentukan oleh norma bersama dan hubungan saling menghargai.
    1. Tiungkat-4, moralitas sistem sosial dan kata hati
Perbuatan dinilai baik jika disetujui oleh yang berkuasa dan sesuai dengan peraturan yang menjamin ketertiban dalam masyarakat.
  1. tahap post-conventional
    1. Tingkat-4,5 ,tingkat transisi
Kriteria benar dan salahnya bersifat personal dan subyektif dan tidak memiliki prinsip yang jelas dalam mengambil suatu keputusan moral.
    1. Tingkat-5, moralitas kesejahteraan sosial dan hak-hak manusia
Kriteria moralitas dri suatu perbuatan adalah yang dapat menjamin hak-hak individu serta sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
    1. Tingkat-6, moralitas yang didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang umum
Ukuran benar salah dituentukan oleh pilihan sendiri berdasarkan prinsip-prinsip moral yang logis, konsisten, dan bersifat universal.

10. Tipologi Kepribadian Peserta didik
Henry A. Muray berpendapat kepribadian akan dapat lebih mudah dipahami dengan cara menyelidiki alam ketidaksadaran seseorang (unconscious mind). Hasil karya terbesrnya adalah teknik evaluasi kepribadian dengan metode proyeksi yang disebut “Thematic Apperception Test (TAT)”. Test ini terdiri dari beberapa buah gambar yang setiap gambarnya mencerminkan suatu situasi dengan suasana tertentu. Gambar ini satu-satu ditunjukkan kepada orang yang diperiksa dan orang iu diminta untuk menyampaikan pendapatnya atau kesannya terhadap gambar tersebut. Secara teoritis orang itu akan mapu memproyeksikan kepibadiannya dalam cerita-ceritanya.
Murray membagi tipe kepribadian peserta didik khususnya anak usia dini menjadi beberapa macam, yaitu:
  1. Autonomy, yaitu tipe kepribadian peserta didik yang ditandai dengan keinginan melakukan sesuatu dengan sendiri, tidak senang dibantu dan disuruh-suruh orang lain.
  2. Affiliation, tipe yang senang brsama aanak lin, suka bersahabat, suka memperbanyak teman, saling membutuhkan dengan teman dan sahabatnya.
  3. Succurance, tipe selalu manja, ingin orang lain membantunya, ingin selalu minta tolong
  4. Nurturance, tipe sikap pemurah yakni senang memberi kepada teman, senang meminjami, selalu membagi-bagi apa yang dimilikinya.
  5. Agresion, tipe sikap agresif, mudah tersinngung dan marah, jika diganggu akan menyerang balik dengan keras atau berlebihan.
  6. Dominance, tipe ingin menguasai atau mengatur teman, ingin tampil menonjol, ingin menjadi ketua kelas atau penurus kelas.
  7. Achievement, tipe semangat kerja yang tingi untuk berprestasi, ingin bisa melakukan sesuatu karya, tugas-tugas di sekolah dilakukan sungguh-sungguh dan cenderung tidak mau dibantu.

11. Kecerdasan Ganda Pada Peserta Didik
Menurut Gardner, kecerdasan adalah kapasitas yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah dan membuat cara penyelesaiannya dengan cara yang wajar. Selama ini skala kecerdasan hanya dilihat dari skala kecerdasan tunggal. Padahal, skala ini kurang dapat meramaalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang. Menurut Gardner, kecerdasan seseorang bersifat jamak atau ganda yang meliputi unsur-unsur sebagi berikut:
  1. Kecerdasan matematik
Kemampuan akal peserta didik untuk menggunakan angka-angka secara efektif dan berpikir secara nalar. Mencakup kepekaan terhadap polo-pola logis dan hubungannya, penyataan, proporsi dan abstrak-abstrak yang brkaitan. Kecerdasan matematik memuat kemampuan berfikir secara induktif dan deduktif menurut aturan logika, memahami dan menganalis pola angka-angka, serta berpikir secara nalar. Peserta didik dengan kecerdasan matematika yan tinggi cenderung menyukai kegiatan menganalisis dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu. Ia menyukai berpikir secara konseptual, aktivitas berhitun dan memilki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan problem matematika dan menyukai permainaan yang banyak melibatkan kegiatan berpikir aktif. Jika kurang memahami mereka akan cenderung berusaha untuk bertanya dan mencari jawabannya.
  1. Kecerdasan lingual
Kemampuan akal peserta didik untuk menggunakan kata-kata secara efektif baik lisanmaupun tulisan. Mencakup kemampuan untuk memanipulasi sintak atau struktur bahasa, fonologi, semantika dan penrtian dari bahasa sertta dimensi dan kegunaan praktis suatu bahasa. Pesera didik seperti ini ditandai dengan kesenangannya pada kegiatan yan berkaitsan dengan penggunaan suatu bahasa, juga cenderung mempunyai daya ingat yang kuat, lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan dan verbalisasi.
  1. Kecerdasan musikal
Kemampuan peserta didik untuk memperssepsikan, mendiskriminasikan, mengubah, dan mengesprsikan bentuk-bentuk musik. Mencakup kepekaan terhadap ritme, melodi, warna suara dari suatu musik. Peserta didik ini lebih peka terhadap sura-suara non verbal disekitarnya. Mereka cenderung senang mendengar nada dan irama yang merdu, juga lebih mudah mengingat sesuatu dan mengekspresikan gagasan-gagasan apabila berkaitan dengan musik.
  1. Kecerdasan visual-spasial
Kemampuan peserta didik untuk menangkap dunia ruang visual secara akurat dan melakukan perubahan-perubahan terhadap persepsi tersebut. Mencakup kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, wujud, ruang dan hubungan yang ada antara unsur ini. Mereka memiliki kemampuan menciptakan imajinasi bentuk dalam pikirannya, membayangkan bentuk nyata dan memecahkan berbagai masalahnya. Mereka akan unggul dalam pencarian jejak.
  1. Kecerdasan kinestetik
Kemampuan peserta didik dalam menggunakan seluruh tubuhnya untuk mengekspresikan ide dan perasaan atau menggunakan kedua tangan untuk menghasilkan dan mentransformasikan sesuatu. Mencakup keahlian-keahlian fisik khusus seperti koordinasi, keimbangan, ketangkasan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan.
  1. Kecerdasan interpersonal
Kemampuan peserta didik untuk mempersepsikan dan menangkap perbedaan-perbedaan mood, tujuan, perasaan-perasaan orang lain. Mencakup kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara, gestur dan kemampuan membedakan berbagai tanda interpersonal. Intinya adalah peka terhadap orang lain, mudah bersosialisasi, menjalin persahabatan yang akrab, memimpin lelompok, mengorganisir, menangani perselisihan, memperoleh simpati dari orang lain. Kecerdasan ini sering disebut kecerdasan sosial (social intelligence).
  1. Kecerdasan intrapersonal
Kemampuan menyadari diri dan mewujudkan keseimbangan mental-emosional dalam diri peserta didik untuk bisa beradaptasi sesuai dengan dasar pengetahuan yang dimiliki. Mencakup kemampuan menggambarkan diri sendiri secara baik, peka terhadap perasaan dirinya, mampu mengenali kekuatan dan kelemahan dirinya, senang instropeksi dan mencoba memperbaikinya.
  1. Kecerdasan natural
Kemampuan peserta didik untuk peka terhadap lingkungan alam. Mereka cenderung suka mengobservasi lingkungan alam, menyukai alam bebas, binatang, petualangan alam.
Melalui konsepnya tentang multiple intelligences ini Gardner mengoreksi keterbatasan cara berfikir yang konvensional mengenai kecerdasan dari tunggal menjadi jamak. Kecerdasan tidak terbatas pada kecerdsan intelektual yang diukur melalui tes intelegensi atau sekadar melihat prestasi hasil ujian saja. Tetapi, kecerdasan juga menggambarkan kemampuan peserta didik pada bidang seni, olahraga, spasial, komunikasi, dan cinta alam lingkungan.
Teori ini kemudian dikembangkan oleh Daniel Goleman (1995) melali bukunya, Emotional Intelligence. Goleman memberi tekanan pada aspek kecerdasan interpersonal. Inti kecerdasan ini mencakuo kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat keinginan orang lain. Namun Gardner lebih menekankan pada aspek kognisi atau pemahaman, sementara faktor emosi atau perasaan kurang diperhatikan. Menurut Goleman faktor emosi ini sanga penting dan memberikan suatu warna kaya dalam kecerdasan antarpribadi ini. Ada lima wilayah kecerdasan pribadi dalam bentuk kecerdasan emosi, yaitu: kemampuan mengenali emosi, mengelola emosi,memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan.

12. Peserta Didik Berbakat
            Setiap peserta didik mempunyai bakat dan minat. Bakat adalah kelebihan yang dimiliki peserta didik yang mengarah pada aneka kemampuan. Sedangkan minat adalah keinginan yang berasal dari dalam diri peserta didik terhadap obyek atau aktivitas tertentu. Kepemilikan bakat dan minat sangat berpengaruh pada prestasi hasil belajar peserta didik. Minat dan bakat masing-masing peserta didik berbeda.
            Menurut Yaumil (1991) ada tiga kelompok ciri keberbakatan, yaitu:
  1. Kemampan umum diatas rata-rata (above average ability)
  2. Kreativitas (creativity) yang tinggi
  3. Komitmen terhadap tugas (task comitment) yang tinggi
Sedangkan Munandar (1992) menyebu ciri-ciripeserta didik berbakat adalah :
  1. Pertama, indikator intelektual/belajar
Kemudahan menangkap pelajaran, mengingat kembali, memiliki perbendaharaan kata yang luas, dll.
  1. Kedua, indikator kreativitas
Mencakup rasa ingin tahu yang besar, mengajkan pertanyaan yang berbobot,memberi banyak gagasan, dll.
  1. Ketiga, indikator motivasi
Meliputi tekun mengerjakan tugas, ulet menghadapi kesulitan, berusaha untuk berprestasi, dll.
BAB III

PENUTUP


Dengan memahami hakekat peserta didik dimaksudkan para pendidik memahami iteraksi satu sama lain dalam aktivitas pendidikab yang berjalan. Pendidikan budi pekerti dan transfer ilmu yang dilakukan diberikan secara proporsional sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.
Apabila karakter peserta didik telah dikenali maka kegiatan belajar mengajar lebih bias tersampaikan kepada peserta didik. Kecerdasan dari potensi yang dimiliki peserta didik hendaknya menjadi perhatian agar potensi tersebut dapat berkembang dan bermanfaat bagi kehidupan.


Senin, 14 Maret 2011

Apakah serambi benua?

Kalau kau berpikir tentang Samudera Atlantik, kau akan memikirkan permukaan air. Tapi ada apa di bawah air, di dasar lautan? Coba bayangkan seandainya kita melakukan penyelaman dari New York, terus ke timur melintasi Samudera Atlantik. Beginilah gambaran keadaan dasar lautan saat kita bergerak melintasinya.
Sepanjang sekitar tiga ratus kilometer, dasar lautan perlahan-lahan menurun. Pada umumnya rata, tapi kadang-kadang ada lembah berbentuk atau jurang. Ini adalah serambi benua. Serambi continental adalah bagian dari benua Amerika Utara. Hanya saja kebetulan terlalu rendah untuk dapat berada di atas lautan.
Pada kedalaman sekitar tiga ratus enampuluh meter, serambi ini tiba-tiba berakhir.. tidak lagi melandai, tapi langsung menurun drastic. Ini adalah ujung continental atau lereng, dan langsung menurun ke kedalaman lautan.
Terus bergerak melewati lereng, kedalaman lautan sekitar empat kilometer. Kita sekarang melintasi laut dalam. Di sini dasar lautan sangat rata. Disebut dataran abyssal. Abyss sendiri berarti jurang yang  dalam di bawah lautan. Dataran abyssal menutupi sekitar sepertiga dasar lautan dan merupakan salah satu tempat paling datar yang ada di atas bumi.
Saat kita terus bergerak melintasi lautan, kita mencapai daerah di mana ada benjolan-bejolan pada dasar lautan. Beberapa benjolan ini seukuran bukit. Ini disebut barisan bukit pertengahan atlantik. Di dekat pusat barisan bukit ini bukit-bukit meninggi dan lebih curam, dan beberapa menonjol seperti gunung sampai ketinggian seratus lima puluh meter dari permukaan laut.
Diantara gunung adalah lembah dalam dengan dasar rata. Tepat di tengah barisan bukit terdapat lembah yang terbesar. Disebut celah tangah lautan. Celah ini seperti retakan di antara dua bagian barisan bukit.
Saat kita terus ke timur, kita akan melewati dataran abyssal lagi. Dataran ini melandai ke atas ke serambi benua Portugal. Dan beginilah gambaran dasar Samudera Atlantik.