BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam proses pembelajaran terkadang mengalami hambatan karena
banyak faktor, salah satunya adalah pemilihan dan penggunaan metode
pembelajaran yang tidak tepat. Hal ini menyebabkan ketidakpahaman murid-murid dalam
menerima pelajaran dari gurunya. Proses pembelajaran yang terhambat
mengakibatkan tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secara optimal.
Ketidaktercapainya tujuan pembelajaran perlu penerapan teori
belajar yang harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia . Pendidikan di Indonesia
membuat kurikulum baru yang memiliki fungsi untuk mengembagkan murid secara
menyeluruh dan terpadu. Selain itu juga mewujudkan insan yang seimbang dan
harmonis dari segi intelek, rohani, dan jasmani.. Untuk mencapai tujuan ini,
guru perlu memiliki kemahiran memilih kaedah pengajaran dan pembelajaran dengan
bijaksana supaya kaedah yang dipilih itu sesuai dengan murid-murid yang
memiliki berbagai bakat dan minat yang berbeda. Selain itu diharapkan pula
murid-murid dapat meningkatkan kemampuan memahami terhadap informasi maupun
pengetahuan.
Dalam meningkatkan kemampuan diatas dapat
dilakukan dengan penerapan teori belajar konstruktivistik. Dimana dalam
penerapan teori konstruksivistik dalam proses pembelajaran, permasalahan muncul
dibangun dari pengetahuan yang direkonstruksi sendiri oleh murid. Dari hal itu
murid mencari sendiri masalah, menyusun sendiri pengetahuannya melalui
kemampuan berpikir dan tantangan yang dihadapinya, menyelesaikan dan membuat
konsep mengenai keseluruhan pengalaman realistic dan teori dalam satu bangunan
yang utuh. Oleh karena itu, pembelajaran konstruktivistik lebih mengoptimalkan
murid dalam memahami pelajaran.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah yang dimaksud dengan pembelajaran konstruktivisme?
2.
Bagaimana hakikat anak menurut pandangan teori telajar
konstruktivisme?
3.
Bagaimana hakikat pembelajaran menurut teori belajar
konstruktivisme?
4.
Bagaimana unsur dan prinsip dalam pembelajaran konstruktif?
5.
Bagaimana kelebihan dan kelemahan pembelajaran konstruktif?
6.
Bagaimana desain pembelajaran
konstruktif?
7.
Bagaimana metode pembelajaran konstruktif?
8.
Bagaimana ciri-ciri pembelajaran konstruktif dan guru
konstruktivis
9.
Bagaimana konvensi Teacher
Center menuju Student Center?
10. Bagaimanakah perbandingan pembelajaran
konstruktivisme dengan pembelajaran behavioristik?
11. Bagaimana pembelajaran
konstruksivisme dalam mata pelajaran IPA
SD ?
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pembelajaran
konstruktivisme.
2. Mengetahui hakikat anak
menurut pandangan teori telajar konstruktivisme.
3. Mengetahui hakikat pembelajaran menurut teori belajar
konstruktivisme.
4. Mengetahui unsur dan
prinsip dalam pembelajaran konstruktif.
5. Mengetahui kelebihan dan
kelemahan pembelajaran konstruktif.
6. Mengetahui desain pembelajaran konstruktif.
7. Mengetahui metode pembelajaran
konstruktif.
8. Mengetahui ciri-ciri
pembelajaran konstruktif dan guru konstruktivis.
9. Mengetahui konvensi Teacher
Center menuju Student Center.
10. Mengetahui perbandingan
pembelajaran konstruktivisme dengan pembelajaran behavioristik.
11. Mengetahui pembelajaran
konstruksivisme dalam mata pelajaran IPA
SD.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pembelajaran
Kontruktivisme
Teori Piaget semakin nyata merupakan alat yasng baik untuk
memahami perubahan perubahan jalan piker anak-anak sejalan dengan pertumbuhan
tahap kognitifnya. Dalam tahun-tahun terakhir ini para ahli pendidikan IPA dan
para ahli psikologi konstruktivis memberi sumbangan pikiran kepada hasil kerja
Piaget. Sumbangan pikiran itu mengenai bagaimana peserta didik memproses
informasi dan bagaimana guru menjadi fasilitator. Dimana dalam pembelajaran
anak-anak membangun pengetahuan baru dan menarik maknanya dengan jalan
menghubungkan informasi baru dengan informasi yang sudah mereka miliki. Aliran
pembelajaran seperti itu disebut aliran konstruktivisme. Konstruktivisme
memberi penjelasan mengapa dua orang murid yang membaca dari paragraf tertulis yang
sama atau yang melakukan kegiatan konkret yang sama mungkin mendapat makna yang
berlainan. Setiap anak mempergunakan skema mental yang berbeda-beda. Skema anak
merupakan campuran pengertian-pengertian yang benar dan yang salah.
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya
modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan
itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Sedangkan menurut Tran Vui
Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa
dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan teori
Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia
yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan
keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lain. Dari
keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan
keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan
dirinya sendiri. Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut: Adanya
motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyaannya. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman
konsep secara lengkap. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang
mandiri. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
B. Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar
Konstruktivisme
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan
konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222)
mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai
sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan
seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang
datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran
bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas,
(5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran,
materi, dan sumber. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang
lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan
bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi
sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk
mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba
dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5). Dari pengertian di
atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung
secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor
ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
C. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme
Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan
pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara
mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih
bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4)
siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan
ilmu pengetahuan dengan temannya. Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar
konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan
dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi
kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi
lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba
gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka,
dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Dari beberapa pandangan
di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar
konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan
pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah
diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan
untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan
akomodasi.
D. Unsur dan Prinsip dalam
Pembelajaran konstruktif
Berdasarkan hasil analisisnya
terhadap sejumlah kriteria dan pendapat sejumlah ahli, Widodo, (2004)
menyimpulkan tentang lima
unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang konstruktivis, yaitu:
1. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal
siswa
Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa
dalam mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi
pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya.
Oleh karena itu pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan
memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada
diri siswa.
2. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran
dirancang sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat,
sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-benar dijadikan bahan pertimbangan
dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari
usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan
sumber daya dari kehidupan seharihari, dan juga penerapan konsep.
3. Adanya lingkungan sosial yang kondusif,
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara
produktif dengan sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada
kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.
4. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap
proses belajarnya. Oleh karena itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk
melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.
5. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia
ilmiah.
Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori),
namun juga mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga
harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa tentang “kehidupan” ilmuwan.
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan
dalam belajar mengajar adalah :
1.
Pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri.
2.
Pengetahuan tidak dapat
dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3.
Murid aktif megkontruksi secara
terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4.
Guru sekedar membantu
menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5.
Menghadapi masalah yang relevan
dengan siswa.
6.
Struktur pembalajaran seputar
konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7.
Mencari dan menilai pendapat
siswa.
8.
Menyesuaikan kurikulum untuk
menanggapi anggapan siswa.
E. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran
Konstruktif
Adapun kelebihan dari pembelajaran kontruktif adalah sebagai
berikut:
1. Berfikir: Dalam proses
membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana
idea dan membuat keputusan.
2. Faham :Oleh kerana murid
terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham
dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
3. Ingat :Oleh kerana murid
terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua
konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru
mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
4. Kemahiran sosial
:Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam
membina pengetahuan baru.
5. Seronok :Oleh kerana
mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi
dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan
baru.
6. Memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan
bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya dan mendorong siswa
memberikan penjelasan tentang gagasannya.
7. Memberikan pengalaman yang
berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan
disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka
tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga
siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang
menantang siswa.
8. Memberikan kesempatan
siswa untuk berpikir tantang pengalamannya, sehingga dapat mendorong siswa
untuk berpikir kreatif, imajinatif, mendorrong refleksi tentang model dan
teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
9. Memberi kesempatan siswa
untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memeproleh kepercayaan
diri dengan emnggunakan berbagai konteks baik yang telah dikenal maupun yang
baru dan akhirnya memotivasi siswa utnuk menggunakan berbagai strategi belajar.
10. Mendorong siswa untu
memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta
memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
11. Memberikan lingkungan
belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapakan gagasan, saling
menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
Selain kelebihan
yang dimiliki, pembelajaran konstruktivisme juga memiliki kekurangannya yaitu Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan
ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai
pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.
F. Desain Pembelajaran Konstruktif
Prof. Nyoman S. Degeng dari Universitas Negeri Malang 5 proposisi utama
dari pandangan kontruktivisme beserta implikasinya terhadap praktik
pembelajaran, yaitu:
Proposisi 1: Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru.
· Dorong munculnya diskusi
pengetahuan yang dipelajari
· Dorong munculnya berpikir
divergent, bukan hanya satu jawaban benar
· Dorong munculnya berbagai
jenis luapan pikiran/aktivitas
· Tekankan pada keterampilan
berpikir kritis
· Gunakan informasi pada
situasi baru
Proposisi 2: Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan belajar
· Sediakan pilihan tugas
· Sediakan pilihan cara
memperlihatkan keberhasilan
· Sediakan waktu yang cukup
memikirkan dan mengerjakan tugas
· Jangan terlalu banyak
menggunakan tes yang telah ditetapkan waktunya
· Sediakan kesempatan
berpikir ulang
· Libatkan pengalaman
konkrit
Proposisi 3: Strategi belajar yang digunakan menentukan proses dan hasil
belajarnya
· Berikan kesempatan untuk
menerapkan cara berpikir dan belajar yang paling cocok dengan dirinya
· Berdayakan melakukan
evaluasi diri tentang cara berpikirnya, cara belajar, atau lainnya
Proposisi 4: Motivasi dan usaha mempengaruhi belajar dan unjuk-kerja
· Motivasilah dengan
tugas-tugas riil dalam kehidupan sehari-hari dan kaitkan tugas dengan
pengalaman pribadi
· Dorong untuk memahami
kaitan antara usaha dan hasil
Proposisi 5: Belajar pada hakekatnya memiliki aspek sosial. Kerja
kelompok sangat berharga
· Beri kesempatan untuk
melakukan kerja kelompok
· Dorong untuk memainkan
peran yang bervariasi
· Perhitungkan proses dan
hasil kerja kelompok
Pembelajaran
konstruktivis Outline Desain sebagai berikut:
1. Situasi (Anda mengatur bagi para siswa
untuk menjelaskan.)
Judul dan
menggambarkan situasi ini sebagai proses pemecahan masalah, menjawab
pertanyaan, menciptakan metafora, membuat keputusan, mengambil kesimpulan, atau
menetapkan tujuan.
2. Pengelompokan (mahasiswa dan bahan.)
Pengelompokan
siswa sebagai kelas keseluruhan, individu, atau dalam tim pembelajaran
kolaboratif dari dua tiga,, empat, lima ,
atau lebih. Pengelompokan siswa sebagai kelas keseluruhan, individu, atau dalam
tim pembelajaran kolaboratif dari dua tiga,empat, lima , atau lebih.
3. Bridge (antara apa yang siswa ketahui
dan apa yang mereka bisa belajar.) yaitu memecahkan masalah sederhana,Memiliki diskusi
kelompok, Mainkan permainan atau simulasi dan daftar.
4. Pertanyaan (anda akan bertanya atau
mengantisipasi siswa akan bertanya.) untuk memperkenalkan situasi dan untuk
terus berpikir berjalan.
5. Exhibit (penjelasan siswa untuk orang
lain untuk mengerti.) yaitu bukti siswa membuat untuk orang lain tentang
bagaimana mereka merekam penjelasan mereka.
6. Refleksi (oleh siswa pada proses mereka
penjelasan.) yaitu refleksi pada apa yang siswa berpikir sambil menjelaskan
situasi.
G. Metode Pembelajaran
Konstruktif
Berikut ini berbagai metode yang digunakan dalam pembelajaran
konstruktif:
1. Metode
Tanya Jawab.
Adalah cara
penyajian pelajaran dalam proses belajar mengajar melalui interaksi dua arah
atau “two way traffic” dari guru ke peserta didik atau dari peserta didik
kepada guru agar diperoleh jawaban kepastian materi melalui jawaban losan guru
atau peserta didik.
Tujuan dari
metode Tanya jawab adalah:
a. mengecek
dan mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik terhadap pelajaran yang
dikuasainya.
b. memberi
kesempatan kepada peserta didik mengembangkan untuk mengajukan pertanyaan
kepada guru tentang suatu masalah yang belum dipahami.
c. memotivasi
dan menimbulkan kompetensi belajar.
d. melatih
peserta didik untuk berpikir dan berbicara secara sistematis dan sistemik serta
berdasarkan pemikiran yang orisinil.
e. mengetes
kemampuan peserta didik tetapi diarahkan sebagai upaya guru membuat peserta
didik mengerti, memahami da berinteraksi secara aktif.
Kelebihan
metode Tanya jawab:
a. dapat
menarik dan memusatkan perhatian peserta didik terhadap pelajaran.
b. mengetahui
kedudukan peserta didik dalam belajar di kelas dari aktivitas Tanya jawab dan
dari jawaban-jawaban serta tanggapan-tanggapan yang dilontarkan secara
kontinyu.
c. merangsang
peserta didik untuk mendayagunakan daya piker dan daya nalarnya.
d. menumbuhkan
keberanian dalam mengemukakan jawaban.
e. pembuka
jalan bagi proses belajar yang lain.
Kekurangan
metode Tanya jawab:
a. pada kelas
tinggi pertanyaan tidak dapat disebarkan kepada seluruh peserta didik, sehingga
peserta didik tidak memiliki kesempatan yang sama untuk menjawab maupun
bertanya.
b. peserta
didik yang tidak aktif, tidak memperhatikan bahkan tidak terlibat secara
mental.
c. menimbulkan
rasa gugup pada peserta didik yang tidak memiliki keberanian menjawab dan
bertanya(kemampuan lisan).
d. dapat
membuang waktu bila peserta didik tidak responsive terhadap pertanyaan.
2. Metode
Diskusi
Diartikan
sebagai siasat penyampaian bahan pengajaran yang melibataktifkan peserta didik
untuk membicarakan dan menemukan alternative pemecahan suatu topic bahasan yang
bersifat problematic. Guru , peserta, atau kelompok peserta didik memiliki
perhatian yang sama terhadap topic yang dibicarakan dalam diskusi.
Tujuan metode
diskusi:
a. Melatih
peserta didik mengembangkan ketrampilan bertanya, berkomunikasi, menafsirkan
dan menyimpulkan bahasan.
b. Melatih dan
membentuk kestabilan social-emosional.
c.
Mengembangkan kemampuan berfikir sendiri dalam memecahkan masalah sehingga
tumbuh konsep diri yang lebih positif.
d.
Mengembangkan keberhasilan peserta didik dalam menemukan pendapat.
e.
Mengembangkan sikap terhadap isu-isu controversial.
f. Melatih
peserta didik berani berpendapat tentang suatu masalah.
Kelebihan
Metode Diskusi:
a. Mendorong
partisipasi siswa secara aktif sebagai partisipan, penanya, penyanggah, maupun
sebagai ketua atau moderator diskusi.
b. Menimbulkan
kreativitas dalam ide, pendapat, gagasan, prakarsa ataupun terobosan baru dalam
pemecahan masalah.
c. Menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis dan partisipasi demokratis.
d. Melatih
kestabilan emosi dengan menghargai dan menerima pendapat orang lain dan tidak
memaksakan pendapat sendiri sehingga tercipta kondisi memberi dan menerima (take and give).
e. Keputusan
yang dihasilkan kelompok akan lebih baik daripada berfiir sendiri.
Kekurangan
Metode Diskusi:
a. Sulit
menemukan topic masalah yang sesuai denga tingkat berfikir peserta didik dan
yang memiliki relevansi dengan lingkungan.
b. Memerlukan
waktu yang tidak terbatas.
c. Pembicaraan
atau pembahasan sering meluas dan mengambang.
d. Didominasi
oleh orang-orang tertentu yang biasa aktif.
e. Memerlukan
alat yang fleksibel untuk membentuk tempat yang sesuai.
f. Kadang
tidak membuat penyelesaian yang tuntas walaupun kesimpulan telah disepakati
namun dalam impementasi sangat sulit dilaksanakan.
g. Pebedaan
pendapat dapat mengundang reaksi di luar kelas bahkan dapat menimbulkan bentrok
fisik.
3. Metode
Inkuiri
Disebut juga
dengan metode penemuan, merupakan cara penyajian pelajaran yang memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa
bantuan guru.
Tujuan Metode
Inkuiri:
a.
Meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam menemukan dan memproses bahan
pelajarannya.
b. Mengurangi
ketergantungan peserta didik pada guru untuk mendapatkan pengalaman belajarnya.
c. Melatih
peerta didik menggali dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang
tidak ada habisnya.
d. Memberi
pengalaman belajar seumur hidup.
Kelebihan
Metode Inkuiri:
a. Menekankan
kepada proses pengolahan informasi oleh peserta didik sendiri.
b. Membuat
konsep diri peserta didik bertambah dengan penemuan-penemuan yang diperolehnya.
c. Memiliki
kemungkinan besar untuk memperbaiki dan memperluas persediaan dan penguasaan
ketrampilan dalam proses kognitif para peserta didik.
d. Penemuan-penemuan yang diperoleh pserta didik dapat menjadi
kepemilikannya dan sangat sulit melupakannya.
e. Tidak menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar, karena
peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
Kekurangan Metode Inkuiri:
a. Tidak sesuai untuk kelas yang besar jumlah peserta didiknya.
b. Memerlukan fasilitas yang memadai.
c. Menuntut guru mengubah cara mengajarnya dari yang bersifat
tradisional, sedangkan metode baru ini dirasakan guru belum melaksanakan tugasnya mengajar
karena guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing.
d. Sangat sulit mengubah cara belajar peserta didik dari kebiasaan
menerima informasi dari guru menjadi aktif mencari dan menemukan sendiri.
e. Kebebasan yang diberikan kepada peserta didik tidak selamanya dapat
dimanfaatkan secara optimal, kadang peserta didik malah kebingungan
memanfaatkannya.
H. Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktif
dan Guru Konstruktivis
Adapun cirri-ciri pembelajaran konstruktif adalah sebagai
berikut:
1.
Memberi peluang kepada murid
membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenar.
2.
Menggalakkan soalan/idea yang
dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3.
Menyokong pembelajaran secara
koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan murid.
4.
Mengambilkira dapatan kajian
bagaimana murid belajar sesuatu idea.
5.
Menggalakkan dan menerima daya
usaha dan autonomimurid.
6.
Menggalakkan murid bertanya dan
berdialog dengan murid dan guru.
7.
Menganggap pembel ajaran sebagai
suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
8.
Menggalakkan proses
inkuirimurid mel alui kajian dan eksperimen.
1.
Guru mendorong, menerima inisiatif dan kemandirian siswa.
2.
Guru menggunakan data mentah sebagai sumber utama pada fokus
materi pembelajaran.
3.
Guru memberikan tugas-tugas kepada siswa yang terarah pada
pelatihan kemampuan mengklasifikasi, menganalisis, memprediksi, dan
menciptakan.
4.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguraikan isi
pelajaran dan mengubah strategi belajar mengajar.
5.
Guru melakukan penelusuran pemahaman siswa terhadap suatu
konsep sebelum memulai pembelajaran.
6.
Guru mendorong terjadinya dialog dengan dan antar siswa.
7.
Guru mendorong siswa untuk berfikir, melalui
pertanyaan-pertanyaan terbuka dan mendorong siswa untuk bertanya sesama teman.
8.
Guru melakukan elaborasi respon siswa siswa, baik yang sudah
benar maupun yang belum benar.
9.
Guru melibatkan siswa pada pengalaman yang menimbulkan
kontradiksi dengan hipotesis siswa dan mendiskusikannya.
10. Guru memberikan waktu
berfikir yang cukup bagi siswa dalam menjawab pertanyaan.
11. Guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mencoba menghubungkan beberapa hal yang dipelajari untuk
meningkatkan pemahaman.
12. Guru di akhir pembelajaran
memfasilitasi proses penyimpulan melalui acuan yang benar.
Pengembangan Kurikulum di Negara kita cenderung menjadi sorotan
masyarakat akhir-akhir ini. Baik itu masyarakat dari rumpun pendidikan maupun
non pendidikan. Kurikulum yang cenderung gonta ganti dalam kurun waktu kurang
dari 10 tahun menimbulkan polemik. Mungkin ada baiknya sebelum kita
membicarakan hal ini lebih jauh, kita tinjau kembali pemikiran Bapak Drs.
Abdullah Idi, M.Ed dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.
Beliau menyatakan bahwa ada beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam
pengembangan kurikulum. Salah satu diantaranya adalah Prinsip Relevansi. Soetopo
dan Soemanto (1993: 49-50) dan Subandijah (1993: 49-50) mengungkapkan prinsip
relevansi dalam pengembangan kurikulum sebagai berikut:relevansi pendidikan dengan
lingkungan anak didik, relevansi pendidikan dengan kehidupan sekarang dan
kehidupan yang akan datang, relevansi pendidikan dengan dunia kerja, relevansi
pendidikan dengan ilmu pengetahuan. Beranjak dari hal tersebut di atas,
dinyatakan pula bahwa salah satu komponen kurikulum ialah Komponen Strategi
Belajar Mengajar. Jika kita membicarakan Strategi Belajar Mengajar maka
tidaklah terlepas dari unsur Pendekatan (approach), model dan metode (method).
Seiring dengan pengembangan kurikulum selama ini, telah terjadi perubahan
Paradigma Pendidikan dikalangan para tenaga pendidik. Jika dahulu Paradigma
Pendidikan kita mengarah kepada Teacher
Center , maka sekarang arah itu
perlahan tapi pasti telah berubah menuju Student Center .
Pembelajaran Student
Center adalah Pembelajaran yang
bersifat GENT (Govern Enforce Notify Tells and
Sanction). Govern yang berarti mengajar itu lebih bersifat memerintah,
dipusatkan pada pembentukan tingkah laku stimulus–respon terdiri dari :
·
Enforce
: yang berarti memberi reward(penghargaan), tetapi memaksa karena siswa dipaksa
untuk memberi respon dari stimulus yang diberikan guru.
·
Notify:
yaitu guru mengamati siswa satu persatu dengan maksud memaksakan sesuatu, yaitu
pembentukan perilaku yang diharapkan
·
Tells
yaitu guru banyak bicara, dalam arti berbagai hal yang diketahui guru
diinformasikan kepada siswa
·
Sanction
yaitu pemberian sangsi atau hukuman
Sedangkan pembelajaran yang bersifat Teacher Center
ciri-cirinya ialah peran guru di kelas berubah (Peran–peran yang bersifat GENTS
menuju FEMALES ). Strategi pembelajaran berkembang, dari pemberian
konsep-konsep menuju kepada ketrampilan-ketrampilan berpikir atau
mengaplikasikan konsep-konsep.
FEMALES adalah singkatan dari:
FEMALES adalah singkatan dari:
·
Facilitate, yaitu guru sebagai fasilitator, guru tidak selalu
merasa serba tahu.
·
Enable, yaitu membuat siswa mampu berbuat sesuatu;
·
Monitor, yaitu guru memonitor proses yang sedang berlangsung;
·
Advice, yaitu peran guru sebagai penasehat, pemberi saran
gagasan
·
Listen, guru hendaknya banyak mendengar pendapat siswa atau
menyadap proses yang berlangsung dalam kelas.
·
Empathy, yaitu sikap guru mampu menghayati hal yang
dialami/dirasakan siswanya;
·
Support, yaitu peran guru sebagai pendukung yang dilakukan
siswanya.
Berdasarkan karakteristik peran GENTS dan FEMALES, maka orientasi pembelajaran berubah dari Teacher Centered menuju Student Centered. Walaupun secara keilmuan terjadi perubahan-perubahan (perkembangan), namun kenyataan di lapangan masih menunjukkan fenomena yang sebaliknya, yaitu masih banyak guru yang berorientasi pada teacher centered, yaitu guru masih menekankan pada perannya sebagai penyampai materi pelajaran (transformator).
Berdasarkan karakteristik peran GENTS dan FEMALES, maka orientasi pembelajaran berubah dari Teacher Centered menuju Student Centered. Walaupun secara keilmuan terjadi perubahan-perubahan (perkembangan), namun kenyataan di lapangan masih menunjukkan fenomena yang sebaliknya, yaitu masih banyak guru yang berorientasi pada teacher centered, yaitu guru masih menekankan pada perannya sebagai penyampai materi pelajaran (transformator).
J.
Perbandingan Kontruktivisme dan Behaviorisme
1.
Belajar dan Pembelajaran
Salah satu prinsip yang paling penting dalam psikologi
pendidikan dewasa ini adalah bahwa guru tidak dapat begitu saja memberikan
pengetahuannya kepada peserta didik (siswa). Siswa seharusnya menyusun
pengetahuan itu dalam pikiran mereka. Guru dapat menfasilitasi proses tersebut
dengan cara mengajar yang membuat informasi bermakna dan relevan untuk siswa,
dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk menemukan atau menerapkan
ide-ide mereka sendiri; serta dengan mengajarkan pada siswa agar menyadari dan
secara sadar menggunakan strategi belajar mereka sendiri.
Menurut
pandangan behavioristik, manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian
dalam lingkungan yang akan memberikan pengalaman kepadanya. Belajar merupakan
perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R
(Stimulus-Respons), yaitu suatu proses memberikan respons terrtentu kepada
stimulus yang datang dari luar. Proses S-R ini terdiri dari beberapa unsur.
Pertama, unsur dorongan (drive). Siswa merasakan adanya kebutuhan
akan sesuatu dan terdorong untuk memenuhi kebutuhan ini. Kedua, rangsangan
(stimulus): kepada siswa diberikan rangsangan yang akan dapat
menyebabkannya memberikan respons. Unsur ketiga adalah respons: siswa
memberikan suatu reaksi (respons) terhadap stimulus yang diterimanya dengan
jalan melakukan suatu tindakan yang dapat terlihat. Keempat adalah unsur penguatan
(reinforcement), yang perlu diberikan kepada siswa agar ia merasakan
adanya kebutuhan untuk melakukan respons lagi. Di sini terlihat bahwa proses
belajar lebih dianggap sebagai suatu proses yang bersifat mekanistik dan
otomatik, tanpa membicarakan apa yang terjadi selama itu dalam diri siswa yang
belajar, seperti pikiran, dan sebagainya (Soekamto, Toeti, 1993).
2.
Penataan lingkungan belajar/pembelajaran
Di dalam
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis, lingkungan belajar (environment
of learning) menjadi sesuatu yang sangat penting (Wilson, 1996). dalam
pandangan konstruktivis tentang penataan lingkungan belajar/pembelajaran adalah
ketidak teraturan, ketidakpastian, kesemrawutan. Siswa harus bebas, dan
kebebasan ini menjadi unsur yang esensial dalam lingkungan belajar. Kontrol
belajar dipegang oleh siswa.
Sebaliknya menurut pandangan behavioristik, penataan lingkungan
belajar/pembelajaran berprinsip pada keteraturan, kepastian, dan ketertiban
(Degeng, tt.). Siswa harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial. Pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan
atau ketidak mampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai
kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan dikategorikan
sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Ketaatan pada aturan
dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa adalah objek yang harus
berperilaku sesuai dengan atauran. Kontrol belajar dipegang oleh sistem yang
berada di luar diri siswa.
K. Pembelajaran Konstruksivisme dalam Mata
Pelajaran IPA SD
Dalam mengajar IPA di sekolah dasar
dengan pembelajaran konstrutivisme, guru harus merencanakan secara matang dan
menyiapkan sistem pembelajaran tersebut sehingga pelaksanaan pembelajaran yang
dilaksanakan benar-benar bisa berjalan. Murid sebagai pusat pembelajaran, bisa
secara aktif menemukan konsep materi yang diajarkan.
Oleh karena itu dalam menyusun RPP,
guru mencantumkan serangkaian kegiatan belajar yang mencerminkan atau mencakup
pembelajaran konstruktivisme. Begitu pun dalam model dan metode
pembelajarannya.
Meskipun
hampir semua materi IPA cocok dengan metode percobaan, karena bukan IPA kalau
tidak melakukan percobaan. Namun tidak semua materi IPA cocok disampaikan
dengan pembelajaran konstruktivisme. Sebab itulah guru dituntut agar terampil
dan pandai memilih dan menerapkan metode atau model pembelajaran apa yang
sesuai untuk masing-masing materi IPA. Berikut contoh RPP pembelajaran IPA
sebagai dasar untuk melaksanakan proses belajar mengajar pada siswa dengan
pembelajaran konstrutivisme.
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran
Mata
Pelajaran : IPA
Kelas/Semester : VI/1
Pertemuan
ke- : 10
Alokasi
waktu : 2x35 menit(2
jam pelajaran)
Standar
Kompetensi :
5. Memahami saling hubungan antara suhu, sifat hantaran, dan
kegunaan benda.
Kompetensi
Dasar :
5.1 membandingkan sifat kemampuan menghantarkan panas dari
berbagai benda.
5.2 menjelaskan alasan memilih benda dalam kehidupan
sehari-hari berdasarkan kemampuan menghanterkan panas
Indikator :
5.1.1 menentukan benda konduktor dan isolator panas
5.2.1 mengetahui bahan benda konduktor dan bahan benda isolator
panas
Tujuan
pembelajaran :
5.1.1.1 dengan melakukan percobaan dan menggunakan alat
peraga, siswa dapat menentukan benda konduktor dan isolator panas
5.2.1.1 dengan melakukan percobaan dan menggunakan alat
peraga, siswa dapat mengetahui dan memahami tentang bahan benda konduktor dan
bahan benda isolator panas yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
Materi
ajar : konduktor
dan isolator panas
Metode
pembelajaran : tanya jawab, diskusi
kelompok, percobaan, demonstrasi dan penugasan.
Kegiatan
pembelajaran :
·
Kegiatan awal:
1. Guru menyiapkan psikis dan
memotivasi siswa tentang kegunaan mempelajari materi konduktor dan isolator panas dengan
menggunakan alat peraga(setrika, wajan/lainnya).
2.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
3.
Guru menginformasikan kegiatan belajar yang akan
dilaksanakan.
·
Kegiatan inti:
1.
Guru menyampaikan tugas untuk dikerjakan masing.-masing
kelompok untuk menemukan konsep materi.
2.
Hasil tugas masing-masing kelompok dipresentasikan, anggota
kelompok lain menanggapi/menanyakan hal-hal yang belum jelas dalam materi.
3.
Guru memberi penguatan dan pemantapan.
4.
Guru memberi umpan balik dan penghargaan hasil kerja
kelompok.
·
Kegiatan akhir:
1.
Guru memandu siswa untuk bersama-sama membuat kesimpulan.
2.
Guru member tugas PR yang berkaitan dengan materi.
Alat Bahan dan Sumber :
-
Alat peraga konduktor dan isolator(setrika, wajan/lainnya)
-
Buku Sains SD Kelas VI (Haryanto. 2002. Sains untuk Sekolah
Dasar Kelas VI. Jakarta .
Erlangga)
Penilaian :
1.
Penilaian aktivitas dalam kerja kelompok.
2.
Penilaian presentasi kelompok.
3.
Penilaian aktivitas dalam diskusi selama presentasi.
4.
Penilaian tugas tertulis kelompok dan PR individu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pemaparan-pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Konstruktivisme adalah suatu
upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pembelajaran yang
mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan
siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Dari hal tersebut desain
pembelajarannya lebih mengaktifkan siswa dalam menemukan pengetahuan atau
informasi baru sehingga anak lebih mudah memahami konsep. Disamping kelebihan
yang dimiliki, pembelajaran konstruktivisme juga memiliki kelemahan. Oleh
karena itu penggunaan teori belajar satu harus dikung oleh teori belajar lain sehingga
dapat mencapai tujuan pembelajaran yang optimal.
B. Saran
Setelah memahami dan
memaparkan mengenai pembelajaran kontrruktivisme, kami sebagai calon guru
memberikan saran demi tercapainya tujuan pembelajaran yang optimal sebagai
berikut:
1.
Guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang tepat
sesuai tingkat perkembangan dan
pemahaman siswa serta tujuan pembelajaran.
2.
Guru harus mampu mengkombinasi berbagai metode dengan baik
dan tepat.
3.
Guru harus memiliki kreativitas dalam memberikan
pembelajaran.
4.
Guru harus komunikatif dan interaktif dengan peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Walgito
Bimo.1980.Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta:Andi
Yogyakarta.
Iskandar
Srini.1996.Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam.Depdikbud.
Sumantri
Mulyani.1998.Strategi Belajar Mengajar.Depdikbud.
Sugihartono,dkk.2007.Psikologi Pendidikan. Yogyakarta :UNY
Press.
Dwi
Siswoyo,dkk.2008.Ilmu Pendidikan.Yogyakarta:UNY
Press.
Iim Waliman, dkk. 2001.
Pengajaran Demokratis (Modul Manajemen Berbasis Sekolah). Bandung : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Baratt http://akhmadsudrajat. wordpress.com
/2008/03/01/ciri-ciri-guru-konstruktivis. Diakses tanggal 25 September
pukul 16.00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar