PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan
yang melibatkan seseorang dalam upaya memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan
nilai-nilai positif dengan memanfaatkan berbagai sumber untuk belajar. Didalam
suatu pembelajaran tentunya terdapat sebuah system agar proses pembelajaran
dapat berjalan dengan baik dan terarah tepat sasaran. Kegiatan pembelajaran memiliki posisi
penting bagi pengembangan sumberdaya manusia unggul sebagaimana yang
dicita-citakan dalam UUSPN 2003. Pembelajaran merupakan jantungnya aktivitas
pendidikan. Di dalam kegiatan pembelajaran inilah terjadi proses transmisi dan
transformasi pengelaman belajar kepada peserta didik sesuai kurikulum
yang
berlaku. Oleh karena itu, apabila sistem pendidikan nasional ingin lebih
diorientasikan kepada penyiapan sumberdaya manusia era informasi maka yang
terlebih dahulu dilakukan adalah pengembangan sistem pembelajarannya.
Pendidikan yang di selenggarakan dalam
rangka memenuhi amanat UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, adalah
proses yang sangat kompleks. Sebagai suatu sub sistem dalam pembangunan bangsa,
di dalamnya terintegrasi komponen siswa, pengajar, kurikulum dan pembelajaran,
sarana dan prasarana, tata kelola penyelenggaraan, dan keuangan. Keberhasilan
mewujudkan amanat tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu dukungan
secara integratif dari sub sistem lain. Amanat yang sekaligus merupakan
cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa itu sulit dicapai bila fenomena
yang berlawanan dengan praktek pendidikan terus mengemuka di dalam masyarakat.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem
Istilah sistem berasal dari bahasa yunani “systema” yang berarti
sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur
dan merupakan suatu keseluruhan.
Menurut Zahara Idris(1987) Sistem adalah satu kesatuan yang terdiri
atas komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsur-unsur sebagai sumber
yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak secara acak yang
saling membantu untuk mencapi suatu hasil (Product).
B. Pengertian Pembelajaran
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 menyatakan
bahwa: “Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar”.Berdasarkan konsep tersebut, dalam kata pembelajaran
terkandung dua kegiatan yaitu belajar dan mengajar. Kegiatan yang berkaitan
dengan upaya membelajarkan siswa agar berkembang potensi intelektual yang ada
pada dirinya. Ini berarti bahwa pembelajaran menuntut terjadinya komunikasi
antara dua arah atau dua pihak yaitu pihak yang mengajar yaitu guru sebagai
pendidik dengan pihak yang belajar yaitu siswa sebagai peserta didik.
Senada dengan
pengertian pembelajaran di atas, E. Mulyasa (2002:100) mengemukakan bahwa:
“Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih
baik”. Sementara Daeng Sudirwo (2002:31) juga berpendapat bahwa: “pembelajaran
merupakan interaksi belajar mengajar dalam suasana interaktif yang terarah pada
tujuan pembelajaran yang telah ditentukan”.
Berdasarkan
ketiga konsep tentang pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar yang terarah pada tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan.
C. Pengertian
Proses Pembelajaran
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua
situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses
yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman.
Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu. (Nana
Sudjana, 1989:28).
Sejalan dengan
konsep di atas Cronbach (Moch Surya, 1979:28) menyatakan, “Learning may be
defined as the process by with a relatively enduring change in behaviour occurs
as result of experience or practice”. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa
indikator belajar ditujukan dengan perubahan dalam tingkah laku hasil dari
pengalaman.
Berdasarkan hal
di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal yang menjadi hakikat belajar yaitu
sebagai berikut:
- Belajar merupakan suatu proses, yaitu merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup.
- Dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen
- Hasil belajar ditujukan dengan aktivitas?aktivitas tingkah laku secara keseluruhan.
- Adanya peranan kepribadian dalam proses belajar antara lain aspek motivasi, emosional, sikap dan sebagainya.
Pembelajaran (instruction),
merupakan akumulasi dari konsep mengajar (teaching) dan konsep belajar
(learning). Penekanannya pada perpaduan antara. keduanya, yakni kepada
penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep tersebut dapat dipandang sebagai
suatu sistem, sehingga dalam sistem belajar ini terdapat komponen?komponen
siswa atau peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas dan
prosedur serta alat atau media yang harus dipersiapkan.
Learning System
menyangkut pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalaman belajar,
fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur yang mengatur interaksi
perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan. Demikian halnya juga dengan learning
system, dimana komponen perencanaan mengajar, bahan ajar, tujuan, materi
dan metode, serta penilaian dan langkah mengajar akan berhubungan dengan
aktivitas belajar untuk mencapai tujuan.
D. Kualitas Proses Pembelajaran
Pendidikan
sesungguhnya merupakan suatu sistem yang dibentuk untuk mencapai tujuan
tertentu. Sistem menurut Syafaruddin dan Nasution (2005:41) adalah:
“seperangkat komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu”.
Hal senada juga diungkapkan oleh Salisbury (1996:22) bahwa:
Sistem adalah
sekelompok bagian-bagian yang bekerja sama sebagai satu kesatuan fungsi.
Kualitas dan sifat dasar dari setiap bagian dapat dilihat dalam hubungannya
dengan keseluruhan sistem. Setiap bagian hanya dapat dipahami dengan
memperhatikan pada bagaimana bagian itu berfungsi dalam hubungan ke dalam
kebulatan suatu sistem.
Sementara
Johnson, dkk (1973:4) mengemukakan definisi sistem sebagai: ”suatu susunan
elemen-elemen yang saling berhubungan”.
Kesimpulan yang
dapat diambil dari para ahli di atas, adalah bahwa sistem dibentuk oleh
komponen-komponen tertentu. Komponen-komponen ini saling berinteraksi,
berketergantungan atau berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu agar tujuan
organisasi tercapai dengan baik, maka komponen-komponen sistem ini harus
bekerja dengan baik pula.
Syafaruddin dan
Nasution (2005:43) mengemukakan bahwa: ”proses suatu sistem dimulai dari input
(masukan) kemudian diproses dengan berbagai ativitas dengan menggunakan teknik
dan prosedur, dan selanjutnya menghasilkan output (keluaran), yang
akan dipakai oleh masyarakat lingkungannya.” Aktivitas suatu sistem tersebut
diragakan oleh gambar berikut.
Sumber:
Syafaruddin dan Irwan Nasution (2005)
Gambar 1. Cara Kerja Sistem
Dalam konteks
sistem pendidikan, input diantaranya diwakili oleh siswa, guru, kepala sekolah,
fasilitas, media, dan sarana prasarana. Proses diwakili pengajaran, pelatihan,
pembimbingan, evaluasi dan pengelolaan. Sementara output meliputi pengetahuan,
keterampilan dan sikap.
Berkaitan
dengan komponen-komponen yang membentuk sistem pendidikan, lebih rinci Nana
Syaodih S., dkk (2006:7), mengemukakan bahwa komponen input diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu (1) raw input, yaitu siswa yang meliputi intelek,
fisik-kesehatan, sosial-afektif dan peer group. (2) Instrumental
input, meliputi kebijakan pendidikan, program pendidikan (kurikulum),
personil (Kepala sekolah, guru, staf TU), sarana, fasilitas, media, dan biaya,
dan (3) Environmental input, meliputi lingkungan sekolah, lingkungan keluarga,
masyarakat, dan lembaga sosial, unit kerja. Komponen proses menurut Nana
Syaodih S., dkk (2006), meliputi pengajaran, pelatihan, pembimbingan, evaluasi,
ekstrakulikuler, dan pengelolaan. Selanjutnya output meliputi pengetahuan,
kepribadian dan performansi.
Komponen-komponen
yang terlibat dalam sistem pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Nana Syaodih
S., dkk di atas, dapat diragakan dalam gambar berikut.
Sumber: Nana
Syaodih S, dkk. (2006)
Gambar 2. Peta Komponen Pendidikan
sebagai Sistem
Berdasarkan
pendapat Syafaruddin dan Nana Syaodih di atas, dapat diketahui bahwa proses
pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pendidikan yang dapat
menentukan keberhasilan pembelajaran dan mutu pendidikan. Oleh karena itu untuk
memperoleh mutu pendidikan yang baik, diperlukan proses pembelajaran yang
berkualitas pula.
Dalam rangka
mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas, pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
sebagai penjabaran lebih lanjut dari Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional,
yang di dalamnya memuat tentang standar proses. Dalam Bab I Ketentuan Umum SNP,
yang dimaksud dengan standar proses adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai
standar kompetensi lulusan. Bab IV Pasal 19 Ayat 1 SNP lebih jelas menerangkan
bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemampuan sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik dan
psikologis peserta didik.
Keterkaitan
standar proses dengan standar lain yang terdapat dalam PP No. 19 tahun 2005
sebagai komponen-komponen yang menyusun sistem pendidikan, dapat diragakan
dalam gambar berikut.
Sumber: Pudji
Muljono (2006:29)
Gambar 3. Sistem Pembelajaran dan
Keterkaitannya dengan Berbagai Standar Pendidikan
Dalam gambar
sistem pembelajaran tersebut dapat dilihat arti penting proses pembelajaran.
Karena betapa baiknya masukan berupa peserta didik serta masukan instrumental
berupa isi, tenaga, sarana dan prasarana, biaya dan pengelolaan, tergantung
pada proses pembelajaran untuk menghasilkan kompetensi lulusan yang bermutu,
serta berdampak positif terhadap lingkungan.
Hal ini senada
dengan pendapat Nana Syaodih S., dkk (2006:7) yang mengungkapkan bahwa:
Mutu pendidikan
atau mutu sekolah tertuju pada mutu lulusan. Merupakan sesuatu yang mustahil,
pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu, jika tidak melalui
proses pendidikan yang bermutu pula. Merupakan sesuatu yang mustahil pula,
terjadi proses pendidikan yang bermutu jika tidak didukung oleh faktor-faktor
penunjang proses pendidikan yang bermutu pula.
Mutu
pembelajaran dapat dikatakan sebagai gambaran mengenai baik-buruknya hasil yang
dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Sekolah
dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan
peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya. Mutu pendidikan sebagai
sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta
proses pembelajaran yang berlangsung hingga membuahkan hasil.
Berkaitan
dengan pembelajaran yang bermutu, Pudji Muljono (2006:29) menyebutkan bahwa
konsep mutu pembelajaran mengandung lima rujukan, yaitu: “(1) kesesuaian, (2)
daya tarik, (3) efektivitas, (4) efisiensi dan (5) produktivitas pembelajaran”.
Penjelasan kelima rujukan yang membentuk konsep mutu pembelajaran dari Pudji
Muljono (2006:29-30) adalah sebagai berikut.
Kesesuaian meliputi indikator sebagai berikut: sepadan dengan karakteristik
peserta didik, serasi dengan aspirasi masyarakat maupun perorangan, cocok
dengan kebutuhan masyarakat, sesuai dengan kondisi lingkungan, selaras dengan
tuntutan zaman, dan sesuai dengan teori, prinsip, dan / atau nilai baru dalam
pendidikan.
Pembelajaran
yang bermutu juga harus mempunyai daya tarik yang kuat, indikatornya
meliputi: kesempatan belajar yang tersebar dan karena itu mudah dicapai dan
diikuti, isi pendidikan yang mudah dicerna karena telah diolah sedemikian rupa,
kesempatan yang tersedia yang dapat diperoleh siapa saja pada setiap saat
diperlukan, pesan yang diberikan pada saat dan peristiwa yang tepat,
keterandalan yang tinggi, terutama karena kinerja lembaga clan lulusannya yang
menonjol, keanekaragaman sumber baik yang dengan sengaja dikembangkan maupun
yang sudah tersedia dan dapat dipilih serta dimanfaatkan untuk kepentingan
belajar, clan suasana yang akrab hangat dan merangsang pembentukan kepribadian
peserta didik.
Efektivitas
pembelajaran sering kali diukur dengan tercapainya
tujuan, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu
situasi, atau “doing the right things”. Pengertian ini mengandung
ciri: bersistem (sistematik), yaitu dilakukan secara teratur, konsisten atau berurutan
melalui tahap perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, penilaian dan
penyempurnaan, sensitif terhadap kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan
pernbelajar, kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk
mencapainya, bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan
(peserta didik, pendidik, masyarakat dan pemerintah).
Efisiensi
pembelajaran dapat diartikan sebagai kesepadanan
antara waktu, biaya, dan tenaga yang digunakan dengan hasil yang diperoleh atau
dapat dikatakan sebagai mengerjakan sesuatu dengan benar. Ciri yang terkandung
meliputi: merancang kegiatan pembelajaran berdasarkan model mengacu pada
kepentingan, kebutuhan kondisi peserta didik pengorganisasian kegiatan belajar
dan pembelajaran yang rapi, misalnya lingkungan atau latar belakang
diperhatikan, pemanfaatan berbagai sumber daya dengan pembagian tugas seimbang,
serta pengembangan dan pemanfaatan aneka sumber belajar sesuai keperluan,
pemanfaatan sumber belajar bersama, usaha inovatif yang merupakan penghematan,
seperti misalnya pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran terbuka yang tidak
mengharuskan pembangunan gedung dan mengangkat tenaga pendidik yang digaji
secara tetap. Inti dari efisiensi adalah mengembangkan berbagai faktor internal
maupun eksternal (sistemik) untuk menyusun alternatif tindakan dan kemudian
memilih tindakan yang paling menguntungkan.
Produktivitas pada dasarnya adalah keadaan atau proses yang memungkinkan
diperolehnya hasil yang lebih baik dan lebih banyak. Produktivitas pembelajaran
dapat mengandung arti: perubahan proses pembelajaran (dari menghafal dan
mengingat ke menganalisis dan mencipta), penambahan masukan dalam proses
pembelajaran (dengan menggunakan berbagai macam sumber belajar), peningkatan
intensitas interaksi peserta didik dengan sumber belajar, atau gabungan
ketiganya dalam kegiatan belajar-pembelajaran sehingga menghasilkan mutu yang
lebih baik, keikutsertaan dalam pendidikan yang lebih luas, lulusan lebih
banyak, lulusan yang lebih dihargai oleh masyarakat, dan berkurangnya angka
putus sekolah.
E. Ruang Lingkup Proses Pembelajaran
Mengacu pada PP
No. 19 tahun 2005, standar proses pembelajaran yang sedang dikembangkan, maka
lingkup kegiatan untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien meliputi: “(1) perencanaan proses pembelajaran, (2) pelaksanaan proses
pembelajaran, (3) penilaian hasil pembelajaran, dan (4) pengawasan proses
pembelajaran”.
Keempat lingkup
kegiatan dalam standar proses pembelajaran di atas, dijelaskan oleh Pudji
Muljono (2006:31-32) sebagai berikut:
Standar
perencanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip sistematis dan
sistemik. Sistematik berarti secara runtut, terarah dan terukur dari jenjang
kemampuan rendah hingga tinggi secara berkesinambungan. Sistemik berarti
mempertimbangkan berbagai faktor yang berkaitan, yaitu tujuan yang mencakup
aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan, karakteristik peserta didik,
karakteristik materi ajar yang mencakup fakta, konsep, prosedur, dan prinsip,
kondisi lingkungan dan hal-hal lain yang menghambat atau mendukung
terlaksananya proses pembelajaran. Perencanaan proses pembelajaran meliputi
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Standar
pelaksanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip intensitas interaksi
antara peserta didik dengan pendidik, antar peserta didik dan antara peserta
didik dengan aneka sumber belajar. Untuk itu perlu diperhatikan jumlah maksimal
peserta didik dalam setiap kelas, beban pembelajaran maksimal pendidik, dan
ketersediaan buku teks pelajaran bagi peserta didik. Di samping itu perlu
dipertimbangkan bahwa proses pembelajaran bukan sekedar menyampaikan ajaran,
melainkan juga pembentukan pribadi peserta didik yang memerlukan perhatian
penuh dari pendidik, maka juga perlu ditentukan tentang rasio maksimal jumlah
peserta didik per pendidik. Perihal kemampuan pengelolaan kegiatan belajar dan
pembelajaran pendidik, juga sesuatu yang harus menjadi pertimbangan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran.
Standar
penilaian hasil pembelajaran ditentukan dengan menggunakan berbagai teknik
penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta
didik. Teknik yang dimaksud dapat berupa tes tertulis. observasi, uji praktik,
dan penugasan perseorangan atau kelompok. Untuk memantau proses dan kemajuan
belajar serta memperbaiki basil belajar peserta didik dapat digunakan teknik
penilaian portofolio atau kolokium. Secara umum penilaian dilakukan untuk
mengukur semua aspek perkembangan peserta didik yang mencakup pengetahuan,
sikap, dan keterampilan dengan mengacu dan sesuai dengan standar penilaian.
Standar
pengawasan proses pembelajaran adalah upaya penjaminan mutu pembelajaran bagi
terwujudnya proses pembelajaran efektif dan efisien ke arah tercapainya
kompetensi yang ditetapkan. Pengawasan perlu didasarkan pada prinsip-prinsip
tanggungjawab dan kewenangan, dilakukan secara periodik, demokratis, terbuka,
berkelanjutan. Pengawasan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan,
dan pengambilan langkah tindak lanjut. Upaya pengawasan terhadap proses
pembelajaran pada hakikatnya adalah tanggung jawab bersama antara kepala
sekolah, pengawas, dan sejawat atau pihak lain yang ditugasi untuk melaksanakan
pengawasan secara internal.
KESIMPULAN
Untuk
Sumber :
Pidarta, Made .2007. Landasan Kependidikan.
Jakarta : Rineka Cipta
Ihsan, Fuad. 2005. Dasar- dasar Kependidikan.
Jakarta : Rineka Cipta
Wahyudin, Dinn. 2007. Pengantar
Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka
thank's ya... blognya bermanfaat bnget buat nambah referensi
BalasHapus