Kamis, 12 April 2012

konstruktivisme


BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam proses pembelajaran terkadang mengalami hambatan karena banyak faktor, salah satunya adalah pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran yang tidak tepat. Hal ini menyebabkan ketidakpahaman murid-murid dalam menerima pelajaran dari gurunya. Proses pembelajaran yang terhambat mengakibatkan tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secara optimal.
Ketidaktercapainya tujuan pembelajaran perlu penerapan teori belajar yang harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Pendidikan di Indonesia membuat kurikulum baru yang memiliki fungsi untuk mengembagkan murid secara menyeluruh dan terpadu. Selain itu juga mewujudkan insan yang seimbang dan harmonis dari segi intelek, rohani, dan jasmani.. Untuk mencapai tujuan ini, guru perlu memiliki kemahiran memilih kaedah pengajaran dan pembelajaran dengan bijaksana supaya kaedah yang dipilih itu sesuai dengan murid-murid yang memiliki berbagai bakat dan minat yang berbeda. Selain itu diharapkan pula murid-murid dapat meningkatkan kemampuan memahami terhadap informasi maupun pengetahuan.
Dalam meningkatkan kemampuan diatas dapat dilakukan dengan penerapan teori belajar konstruktivistik. Dimana dalam penerapan teori konstruksivistik dalam proses pembelajaran, permasalahan muncul dibangun dari pengetahuan yang direkonstruksi sendiri oleh murid. Dari hal itu murid mencari sendiri masalah, menyusun sendiri pengetahuannya melalui kemampuan berpikir dan tantangan yang dihadapinya, menyelesaikan dan membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman realistic dan teori dalam satu bangunan yang utuh. Oleh karena itu, pembelajaran konstruktivistik lebih mengoptimalkan murid dalam memahami pelajaran.


B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud dengan pembelajaran konstruktivisme?
2.      Bagaimana hakikat anak menurut pandangan teori telajar konstruktivisme?
3.      Bagaimana hakikat pembelajaran menurut teori belajar konstruktivisme?
4.      Bagaimana unsur dan prinsip dalam pembelajaran konstruktif?
5.      Bagaimana kelebihan dan kelemahan pembelajaran konstruktif?
6.      Bagaimana desain  pembelajaran konstruktif?
7.      Bagaimana metode pembelajaran konstruktif?
8.      Bagaimana ciri-ciri pembelajaran konstruktif dan guru konstruktivis
9.      Bagaimana konvensi Teacher Center menuju Student Center?
10.  Bagaimanakah perbandingan pembelajaran konstruktivisme dengan pembelajaran behavioristik?
11.  Bagaimana pembelajaran konstruksivisme dalam mata pelajaran IPA SD?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.  Mengetahui pembelajaran konstruktivisme.
2.  Mengetahui hakikat anak menurut pandangan teori telajar konstruktivisme.
3.  Mengetahui  hakikat pembelajaran menurut teori belajar konstruktivisme.
4.  Mengetahui unsur dan prinsip dalam pembelajaran konstruktif.
5.  Mengetahui kelebihan dan kelemahan pembelajaran konstruktif.
6.  Mengetahui desain  pembelajaran konstruktif.
7.  Mengetahui metode pembelajaran konstruktif.
8.  Mengetahui ciri-ciri pembelajaran konstruktif dan guru konstruktivis.
9.  Mengetahui konvensi Teacher Center menuju Student Center.
10.  Mengetahui perbandingan pembelajaran konstruktivisme dengan pembelajaran behavioristik.
11.  Mengetahui pembelajaran konstruksivisme dalam mata pelajaran IPA SD.



BAB II
PEMBAHASAN
     
A.    Pengertian Pembelajaran Kontruktivisme
Teori Piaget  semakin nyata merupakan alat yasng baik untuk memahami perubahan perubahan jalan piker anak-anak sejalan dengan pertumbuhan tahap kognitifnya. Dalam tahun-tahun terakhir ini para ahli pendidikan IPA dan para ahli psikologi konstruktivis memberi sumbangan pikiran kepada hasil kerja Piaget. Sumbangan pikiran itu mengenai bagaimana peserta didik memproses informasi dan bagaimana guru menjadi fasilitator. Dimana dalam pembelajaran anak-anak membangun pengetahuan baru dan menarik maknanya dengan jalan menghubungkan informasi baru dengan informasi yang sudah mereka miliki. Aliran pembelajaran seperti itu disebut aliran konstruktivisme. Konstruktivisme memberi penjelasan mengapa dua orang murid yang membaca dari paragraf tertulis yang sama atau yang melakukan kegiatan konkret yang sama mungkin mendapat makna yang berlainan. Setiap anak mempergunakan skema mental yang berbeda-beda. Skema anak merupakan campuran pengertian-pengertian yang benar dan yang salah.
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lain. Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut: Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
B. Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak   dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5). Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
C. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme
Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya. Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
D. Unsur dan Prinsip dalam Pembelajaran konstruktif
Berdasarkan hasil analisisnya terhadap sejumlah kriteria dan pendapat sejumlah ahli, Widodo, (2004) menyimpulkan tentang lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang konstruktivis, yaitu:

1. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.
2. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan seharihari, dan juga penerapan konsep.
3. Adanya lingkungan sosial yang kondusif,
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.
4. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.
5. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah.
Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa tentang “kehidupan” ilmuwan.
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah :

1.      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2.      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan   keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3.      Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4.      Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5.      Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6.      Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7.      Mencari dan menilai pendapat siswa.
8.      Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
E. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Konstruktif
Adapun kelebihan dari pembelajaran kontruktif adalah sebagai berikut:
          1.    Berfikir: Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
          2.    Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
          3.    Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
          4.    Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
          5.    Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.
          6.    Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
          7.    Memberikan pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
          8.    Memberikan kesempatan siswa untuk berpikir tantang pengalamannya, sehingga dapat mendorong siswa untuk berpikir kreatif, imajinatif, mendorrong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
          9.    Memberi kesempatan siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memeproleh kepercayaan diri dengan emnggunakan berbagai konteks baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa utnuk menggunakan berbagai strategi belajar.
      10.    Mendorong siswa untu memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
      11.    Memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapakan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
Selain kelebihan yang dimiliki, pembelajaran konstruktivisme juga memiliki kekurangannya  yaitu Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.
F. Desain Pembelajaran Konstruktif
Prof. Nyoman S. Degeng dari Universitas Negeri Malang 5 proposisi utama dari pandangan kontruktivisme beserta implikasinya terhadap praktik pembelajaran, yaitu:
Proposisi 1: Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru.
· Dorong munculnya diskusi pengetahuan yang dipelajari
· Dorong munculnya berpikir divergent, bukan hanya satu jawaban benar
· Dorong munculnya berbagai jenis luapan pikiran/aktivitas
· Tekankan pada keterampilan berpikir kritis
· Gunakan informasi pada situasi baru
Proposisi 2: Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan belajar
· Sediakan pilihan tugas
· Sediakan pilihan cara memperlihatkan keberhasilan
· Sediakan waktu yang cukup memikirkan dan mengerjakan tugas
· Jangan terlalu banyak menggunakan tes yang telah ditetapkan waktunya
· Sediakan kesempatan berpikir ulang
· Libatkan pengalaman konkrit
Proposisi 3: Strategi belajar yang digunakan menentukan proses dan hasil belajarnya
· Berikan kesempatan untuk menerapkan cara berpikir dan belajar yang paling cocok dengan dirinya
· Berdayakan melakukan evaluasi diri tentang cara berpikirnya, cara belajar, atau lainnya
Proposisi 4: Motivasi dan usaha mempengaruhi belajar dan unjuk-kerja
· Motivasilah dengan tugas-tugas riil dalam kehidupan sehari-hari dan kaitkan tugas dengan pengalaman pribadi
· Dorong untuk memahami kaitan antara usaha dan hasil
Proposisi 5: Belajar pada hakekatnya memiliki aspek sosial. Kerja kelompok sangat berharga
· Beri kesempatan untuk melakukan kerja kelompok
· Dorong untuk memainkan peran yang bervariasi
· Perhitungkan proses dan hasil kerja kelompok
Pembelajaran konstruktivis Outline Desain sebagai berikut:
1. Situasi (Anda mengatur bagi para siswa untuk menjelaskan.)
Judul dan menggambarkan situasi ini sebagai proses pemecahan masalah, menjawab pertanyaan, menciptakan metafora, membuat keputusan, mengambil kesimpulan, atau menetapkan tujuan.
2. Pengelompokan (mahasiswa dan bahan.)
Pengelompokan siswa sebagai kelas keseluruhan, individu, atau dalam tim pembelajaran kolaboratif dari dua tiga,, empat, lima, atau lebih. Pengelompokan siswa sebagai kelas keseluruhan, individu, atau dalam tim pembelajaran kolaboratif dari dua tiga,empat, lima, atau lebih.
3. Bridge (antara apa yang siswa ketahui dan apa yang mereka bisa belajar.) yaitu memecahkan masalah sederhana,Memiliki diskusi kelompok, Mainkan permainan atau simulasi dan daftar.
4. Pertanyaan (anda akan bertanya atau mengantisipasi siswa akan bertanya.) untuk memperkenalkan situasi dan untuk terus berpikir berjalan.
5. Exhibit (penjelasan siswa untuk orang lain untuk mengerti.) yaitu bukti siswa membuat untuk orang lain tentang bagaimana mereka merekam penjelasan mereka.
6. Refleksi (oleh siswa pada proses mereka penjelasan.) yaitu refleksi pada apa yang siswa berpikir sambil menjelaskan situasi.
G. Metode Pembelajaran Konstruktif
Berikut ini berbagai metode yang digunakan dalam pembelajaran konstruktif:
1. Metode Tanya Jawab.
Adalah cara penyajian pelajaran dalam proses belajar mengajar melalui interaksi dua arah atau “two way traffic” dari guru ke peserta didik atau dari peserta didik kepada guru agar diperoleh jawaban kepastian materi melalui jawaban losan guru atau peserta didik.
Tujuan dari metode Tanya jawab adalah:
a. mengecek dan mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik terhadap pelajaran yang dikuasainya.
b. memberi kesempatan kepada peserta didik mengembangkan untuk mengajukan pertanyaan kepada guru tentang suatu masalah yang belum dipahami.
c. memotivasi dan menimbulkan kompetensi belajar.
d. melatih peserta didik untuk berpikir dan berbicara secara sistematis dan sistemik serta berdasarkan pemikiran yang orisinil.
e. mengetes kemampuan peserta didik tetapi diarahkan sebagai upaya guru membuat peserta didik mengerti, memahami da berinteraksi secara aktif.
Kelebihan metode Tanya jawab:
a. dapat menarik dan memusatkan perhatian peserta didik terhadap pelajaran.
b. mengetahui kedudukan peserta didik dalam belajar di kelas dari aktivitas Tanya jawab dan dari jawaban-jawaban serta tanggapan-tanggapan yang dilontarkan secara kontinyu.
c. merangsang peserta didik untuk mendayagunakan daya piker dan daya nalarnya.
d. menumbuhkan keberanian dalam mengemukakan jawaban.
e. pembuka jalan bagi proses belajar yang lain.
Kekurangan metode Tanya jawab:
a. pada kelas tinggi pertanyaan tidak dapat disebarkan kepada seluruh peserta didik, sehingga peserta didik tidak memiliki kesempatan yang sama untuk menjawab maupun bertanya.
b. peserta didik yang tidak aktif, tidak memperhatikan bahkan tidak terlibat secara mental.
c. menimbulkan rasa gugup pada peserta didik yang tidak memiliki keberanian menjawab dan bertanya(kemampuan lisan).
d. dapat membuang waktu bila peserta didik tidak responsive terhadap pertanyaan.
2. Metode Diskusi
Diartikan sebagai siasat penyampaian bahan pengajaran yang melibataktifkan peserta didik untuk membicarakan dan menemukan alternative pemecahan suatu topic bahasan yang bersifat problematic. Guru , peserta, atau kelompok peserta didik memiliki perhatian yang sama terhadap topic yang dibicarakan dalam diskusi.
Tujuan metode diskusi:
a. Melatih peserta didik mengembangkan ketrampilan bertanya, berkomunikasi, menafsirkan dan menyimpulkan bahasan.
b. Melatih dan membentuk kestabilan social-emosional.
c. Mengembangkan kemampuan berfikir sendiri dalam memecahkan masalah sehingga tumbuh konsep diri yang lebih positif.
d. Mengembangkan keberhasilan peserta didik dalam menemukan pendapat.
e. Mengembangkan sikap terhadap isu-isu controversial.
f. Melatih peserta didik berani berpendapat tentang suatu masalah.
Kelebihan Metode Diskusi:
a. Mendorong partisipasi siswa secara aktif sebagai partisipan, penanya, penyanggah, maupun sebagai ketua atau moderator diskusi.
b. Menimbulkan kreativitas dalam ide, pendapat, gagasan, prakarsa ataupun terobosan baru dalam pemecahan masalah.
c. Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan partisipasi demokratis.
d. Melatih kestabilan emosi dengan menghargai dan menerima pendapat orang lain dan tidak memaksakan pendapat sendiri sehingga tercipta kondisi memberi dan menerima (take and give).
e. Keputusan yang dihasilkan kelompok akan lebih baik daripada berfiir sendiri.
Kekurangan Metode Diskusi:
a. Sulit menemukan topic masalah yang sesuai denga tingkat berfikir peserta didik dan yang memiliki relevansi dengan lingkungan.
b. Memerlukan waktu yang tidak terbatas.
c. Pembicaraan atau pembahasan sering meluas dan mengambang.
d. Didominasi oleh orang-orang tertentu yang biasa aktif.
e. Memerlukan alat yang fleksibel untuk membentuk tempat yang sesuai.
f. Kadang tidak membuat penyelesaian yang tuntas walaupun kesimpulan telah disepakati namun dalam impementasi sangat sulit dilaksanakan.
g. Pebedaan pendapat dapat mengundang reaksi di luar kelas bahkan dapat menimbulkan bentrok fisik.
3. Metode Inkuiri
Disebut juga dengan metode penemuan, merupakan cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru.
Tujuan Metode Inkuiri:
a. Meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam menemukan dan memproses bahan pelajarannya.
b. Mengurangi ketergantungan peserta didik pada guru untuk mendapatkan pengalaman belajarnya.
c. Melatih peerta didik menggali dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang tidak ada habisnya.
d. Memberi pengalaman belajar seumur hidup.
Kelebihan Metode Inkuiri:
a. Menekankan kepada proses pengolahan informasi oleh peserta didik sendiri.
b. Membuat konsep diri peserta didik bertambah dengan penemuan-penemuan yang diperolehnya.
c. Memiliki kemungkinan besar untuk memperbaiki dan memperluas persediaan dan penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif para peserta didik.
d. Penemuan-penemuan yang diperoleh pserta didik dapat menjadi kepemilikannya dan sangat sulit melupakannya.
e. Tidak menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar, karena peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
Kekurangan Metode Inkuiri:
a. Tidak sesuai untuk kelas yang besar jumlah peserta didiknya.
b. Memerlukan fasilitas yang memadai.
c. Menuntut guru mengubah cara mengajarnya dari yang bersifat tradisional, sedangkan metode baru ini dirasakan  guru belum melaksanakan tugasnya mengajar karena guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing.
d. Sangat sulit mengubah cara belajar peserta didik dari kebiasaan menerima informasi dari guru menjadi aktif mencari dan menemukan sendiri.
e. Kebebasan yang diberikan kepada peserta didik tidak selamanya dapat dimanfaatkan secara optimal, kadang peserta didik malah kebingungan memanfaatkannya.
H. Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktif dan Guru Konstruktivis
Adapun cirri-ciri pembelajaran konstruktif adalah sebagai berikut:
1.      Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenar.
2.      Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3.      Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan murid.
4.      Mengambilkira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu idea.
5.      Menggalakkan dan menerima daya usaha dan autonomimurid.
6.      Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid dan guru.
7.      Menganggap pembel ajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
8.      Menggalakkan proses inkuirimurid mel alui kajian dan eksperimen.
Menurut Brooks & Brooks (Iim Waliman, dkk. 2001) terdapat beberapa ciri yang menggambarkan seorang guru yang konstruktivis dalam melaksanakan proses pembelajaran siswa, yaitu:
1.      Guru mendorong, menerima inisiatif dan kemandirian siswa.
2.      Guru menggunakan data mentah sebagai sumber utama pada fokus materi pembelajaran.
3.      Guru memberikan tugas-tugas kepada siswa yang terarah pada pelatihan kemampuan mengklasifikasi, menganalisis, memprediksi, dan menciptakan.
4.      Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguraikan isi pelajaran dan mengubah strategi belajar mengajar.
5.      Guru melakukan penelusuran pemahaman siswa terhadap suatu konsep sebelum memulai pembelajaran.
6.      Guru mendorong terjadinya dialog dengan dan antar siswa.
7.      Guru mendorong siswa untuk berfikir, melalui pertanyaan-pertanyaan terbuka dan mendorong siswa untuk bertanya sesama teman.
8.      Guru melakukan elaborasi respon siswa siswa, baik yang sudah benar maupun yang belum benar.
9.      Guru melibatkan siswa pada pengalaman yang menimbulkan kontradiksi dengan hipotesis siswa dan mendiskusikannya.
10.  Guru memberikan waktu berfikir yang cukup bagi siswa dalam menjawab pertanyaan.
11.  Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba menghubungkan beberapa hal yang dipelajari untuk meningkatkan pemahaman.
12.  Guru di akhir pembelajaran memfasilitasi proses penyimpulan melalui acuan yang benar.
Pengembangan Kurikulum di Negara kita cenderung menjadi sorotan masyarakat akhir-akhir ini. Baik itu masyarakat dari rumpun pendidikan maupun non pendidikan. Kurikulum yang cenderung gonta ganti dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun menimbulkan polemik. Mungkin ada baiknya sebelum kita membicarakan hal ini lebih jauh, kita tinjau kembali pemikiran Bapak Drs. Abdullah Idi, M.Ed dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Beliau menyatakan bahwa ada beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Salah satu diantaranya adalah Prinsip Relevansi. Soetopo dan Soemanto (1993: 49-50) dan Subandijah (1993: 49-50) mengungkapkan prinsip relevansi dalam pengembangan kurikulum sebagai berikut:relevansi pendidikan dengan lingkungan anak didik, relevansi pendidikan dengan kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang, relevansi pendidikan dengan dunia kerja, relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan. Beranjak dari hal tersebut di atas, dinyatakan pula bahwa salah satu komponen kurikulum ialah Komponen Strategi Belajar Mengajar. Jika kita membicarakan Strategi Belajar Mengajar maka tidaklah terlepas dari unsur Pendekatan (approach), model dan metode (method). Seiring dengan pengembangan kurikulum selama ini, telah terjadi perubahan Paradigma Pendidikan dikalangan para tenaga pendidik. Jika dahulu Paradigma Pendidikan kita mengarah kepada Teacher Center, maka sekarang arah itu perlahan tapi pasti telah berubah menuju Student Center. Pembelajaran Student Center adalah Pembelajaran yang bersifat GENT (Govern Enforce Notify Tells and Sanction). Govern yang berarti mengajar itu lebih bersifat memerintah, dipusatkan pada pembentukan tingkah laku stimulus–respon terdiri dari :
·         Enforce : yang berarti memberi reward(penghargaan), tetapi memaksa karena siswa dipaksa untuk memberi respon dari stimulus yang diberikan guru.
·         Notify: yaitu guru mengamati siswa satu persatu dengan maksud memaksakan sesuatu, yaitu pembentukan perilaku yang diharapkan
·         Tells yaitu guru banyak bicara, dalam arti berbagai hal yang diketahui guru diinformasikan kepada siswa
·         Sanction yaitu pemberian sangsi atau hukuman
Sedangkan pembelajaran yang bersifat Teacher Center ciri-cirinya ialah peran guru di kelas berubah (Peran–peran yang bersifat GENTS menuju FEMALES ). Strategi pembelajaran berkembang, dari pemberian konsep-konsep menuju kepada ketrampilan-ketrampilan berpikir atau mengaplikasikan konsep-konsep.
FEMALES adalah singkatan dari:
·         Facilitate, yaitu guru sebagai fasilitator, guru tidak selalu merasa serba tahu.
·         Enable, yaitu membuat siswa mampu berbuat sesuatu;
·         Monitor, yaitu guru memonitor proses yang sedang berlangsung;
·         Advice, yaitu peran guru sebagai penasehat, pemberi saran gagasan
·         Listen, guru hendaknya banyak mendengar pendapat siswa atau menyadap proses yang berlangsung dalam kelas.
·         Empathy, yaitu sikap guru mampu menghayati hal yang dialami/dirasakan siswanya;
·         Support, yaitu peran guru sebagai pendukung yang dilakukan siswanya.
Berdasarkan karakteristik peran GENTS dan FEMALES, maka orientasi pembelajaran berubah dari Teacher Centered menuju Student Centered. Walaupun secara keilmuan terjadi perubahan-perubahan (perkembangan), namun kenyataan di lapangan masih menunjukkan fenomena yang sebaliknya, yaitu masih banyak guru yang berorientasi pada teacher centered, yaitu guru masih menekankan pada perannya sebagai penyampai materi pelajaran (transformator).
J.   Perbandingan Kontruktivisme dan Behaviorisme
1.      Belajar dan Pembelajaran
Salah satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan dewasa ini adalah bahwa guru tidak dapat begitu saja memberikan pengetahuannya kepada peserta didik (siswa). Siswa seharusnya menyusun pengetahuan itu dalam pikiran mereka. Guru dapat menfasilitasi proses tersebut dengan cara mengajar yang membuat informasi bermakna dan relevan untuk siswa, dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri; serta dengan mengajarkan pada siswa agar menyadari dan secara sadar menggunakan strategi belajar mereka sendiri.
Menurut pandangan behavioristik, manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian dalam lingkungan yang akan memberikan pengalaman kepadanya. Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (Stimulus-Respons), yaitu suatu proses memberikan respons terrtentu kepada stimulus yang datang dari luar. Proses S-R ini terdiri dari beberapa unsur. Pertama, unsur dorongan (drive). Siswa merasakan adanya kebutuhan akan sesuatu dan terdorong untuk memenuhi kebutuhan ini. Kedua, rangsangan (stimulus): kepada siswa diberikan rangsangan yang akan dapat menyebabkannya memberikan respons. Unsur ketiga adalah respons: siswa memberikan suatu reaksi (respons) terhadap stimulus yang diterimanya dengan jalan melakukan suatu tindakan yang dapat terlihat. Keempat adalah unsur penguatan (reinforcement), yang perlu diberikan kepada siswa agar ia merasakan adanya kebutuhan untuk melakukan respons lagi. Di sini terlihat bahwa proses belajar lebih dianggap sebagai suatu proses yang bersifat mekanistik dan otomatik, tanpa membicarakan apa yang terjadi selama itu dalam diri siswa yang belajar, seperti pikiran, dan sebagainya (Soekamto, Toeti, 1993).
2.      Penataan lingkungan belajar/pembelajaran
Di dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis, lingkungan belajar (environment of learning) menjadi sesuatu yang sangat penting (Wilson, 1996). dalam pandangan konstruktivis tentang penataan lingkungan belajar/pembelajaran adalah ketidak teraturan, ketidakpastian, kesemrawutan. Siswa harus bebas, dan kebebasan ini menjadi unsur yang esensial dalam lingkungan belajar. Kontrol belajar dipegang oleh siswa.
Sebaliknya menurut pandangan behavioristik, penataan lingkungan belajar/pembelajaran berprinsip pada keteraturan, kepastian, dan ketertiban (Degeng, tt.). Siswa harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial. Pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidak mampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa adalah objek yang harus berperilaku sesuai dengan atauran. Kontrol belajar dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa.
K.   Pembelajaran Konstruksivisme dalam Mata Pelajaran IPA SD
Dalam mengajar IPA di sekolah dasar dengan pembelajaran konstrutivisme, guru harus merencanakan secara matang dan menyiapkan sistem pembelajaran tersebut sehingga pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan benar-benar bisa berjalan. Murid sebagai pusat pembelajaran, bisa secara aktif menemukan konsep materi yang diajarkan.
Oleh karena itu dalam menyusun RPP, guru mencantumkan serangkaian kegiatan belajar yang mencerminkan atau mencakup pembelajaran konstruktivisme. Begitu pun dalam model dan metode pembelajarannya.
Meskipun hampir semua materi IPA cocok dengan metode percobaan, karena bukan IPA kalau tidak melakukan percobaan. Namun tidak semua materi IPA cocok disampaikan dengan pembelajaran konstruktivisme. Sebab itulah guru dituntut agar terampil dan pandai memilih dan menerapkan metode atau model pembelajaran apa yang sesuai untuk masing-masing materi IPA. Berikut contoh RPP pembelajaran IPA sebagai dasar untuk melaksanakan proses belajar mengajar pada siswa dengan pembelajaran konstrutivisme.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Mata Pelajaran                        : IPA
Kelas/Semester                        : VI/1
Pertemuan ke-                         : 10
Alokasi waktu                         : 2x35 menit(2 jam pelajaran)
Standar Kompetensi         :
5. Memahami saling hubungan antara suhu, sifat hantaran, dan kegunaan benda.
Kompetensi Dasar             :
5.1 membandingkan sifat kemampuan menghantarkan panas dari berbagai benda.
5.2 menjelaskan alasan memilih benda dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan kemampuan menghanterkan panas
Indikator                           :
5.1.1 menentukan benda konduktor dan isolator panas
5.2.1 mengetahui bahan benda konduktor dan bahan benda isolator panas
Tujuan pembelajaran         :
5.1.1.1 dengan melakukan percobaan dan menggunakan alat peraga, siswa dapat menentukan benda konduktor dan isolator panas
5.2.1.1 dengan melakukan percobaan dan menggunakan alat peraga, siswa dapat mengetahui dan memahami tentang bahan benda konduktor dan bahan benda isolator panas yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
Materi ajar                         : konduktor dan isolator panas
Metode pembelajaran        : tanya jawab, diskusi kelompok, percobaan, demonstrasi dan penugasan.
Kegiatan pembelajaran      :
·         Kegiatan awal:
1.  Guru menyiapkan psikis dan memotivasi siswa tentang kegunaan mempelajari  materi konduktor dan isolator panas dengan menggunakan alat peraga(setrika, wajan/lainnya).
2.      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
3.      Guru menginformasikan kegiatan belajar yang akan dilaksanakan.
·         Kegiatan inti:
1.      Guru menyampaikan tugas untuk dikerjakan masing.-masing kelompok untuk menemukan konsep materi.
2.      Hasil tugas masing-masing kelompok dipresentasikan, anggota kelompok lain menanggapi/menanyakan hal-hal yang belum jelas dalam materi.
3.      Guru memberi penguatan dan pemantapan.
4.      Guru memberi umpan balik dan penghargaan hasil kerja kelompok.
·         Kegiatan akhir:
1.      Guru memandu siswa untuk bersama-sama membuat kesimpulan.
2.      Guru member tugas PR yang berkaitan dengan materi.
Alat Bahan dan Sumber    :
-          Alat peraga konduktor dan isolator(setrika, wajan/lainnya)
-          Buku Sains SD Kelas VI (Haryanto. 2002. Sains untuk Sekolah Dasar Kelas VI. Jakarta. Erlangga)
Penilaian                            :
1.      Penilaian aktivitas dalam kerja kelompok.
2.      Penilaian presentasi kelompok.
3.      Penilaian aktivitas dalam diskusi selama presentasi.
4.      Penilaian tugas tertulis kelompok dan PR individu.

























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan-pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Dari hal tersebut desain pembelajarannya lebih mengaktifkan siswa dalam menemukan pengetahuan atau informasi baru sehingga anak lebih mudah memahami konsep. Disamping kelebihan yang dimiliki, pembelajaran konstruktivisme juga memiliki kelemahan. Oleh karena itu penggunaan teori belajar satu harus dikung oleh teori belajar lain sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang optimal.
B.     Saran
Setelah memahami dan memaparkan mengenai pembelajaran kontrruktivisme, kami sebagai calon guru memberikan saran demi tercapainya tujuan pembelajaran yang optimal sebagai berikut:
1.        Guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang tepat sesuai tingkat  perkembangan dan pemahaman siswa serta tujuan pembelajaran.
2.        Guru harus mampu mengkombinasi berbagai metode dengan baik dan tepat.
3.        Guru harus memiliki kreativitas dalam memberikan pembelajaran.
4.        Guru harus komunikatif dan interaktif dengan peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA

Walgito Bimo.1980.Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta:Andi Yogyakarta.
Iskandar Srini.1996.Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam.Depdikbud.
Sumantri Mulyani.1998.Strategi Belajar Mengajar.Depdikbud.
Sugihartono,dkk.2007.Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:UNY Press.
Dwi Siswoyo,dkk.2008.Ilmu Pendidikan.Yogyakarta:UNY Press.
Iim Waliman, dkk. 2001. Pengajaran Demokratis (Modul Manajemen Berbasis Sekolah). Bandung : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Baratt http://akhmadsudrajat. wordpress.com   /2008/03/01/ciri-ciri-guru-konstruktivis. Diakses tanggal 25 September pukul 16.00 WIB.

Teacher Center Menuju Student Center. http://pelawiselatan.blogspot.com/2009/07/ teacher-center-menuju-student-center.html. Diakses tanggal 25 September pukul 16.10 WIB

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar