(TEORI
GAGNE DAN PAHAM KONSTRUKTIVISME)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang
wajib dijelaskan pada anak sekolah terutama anak SD. Untuk memahami konsep
belajar matematika hendaknya para calon pendidik maupun guru paham mengenai dasar
teori maupun model pembelajaran
matematika.
Belajar matematika merupakan belajar yang dilakukan secar
terus-menerus dalam bentuk soal-soal latihan. Gagne mengemukakan bahwa
belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi
setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan
saja. Beliau merupakan guru besar yang mengembangkan teorinya
yang dikenal dengan teori “the conditions
of learning” .
Pembelajaran secara terkondisi akan meningkatkan kepekaan
terhadap daya ingat siswa, terlebih dalam kegiatan
pembelajaran dengan acuan berpusat pada siswa melibatkan siswa dalam
belajar. Hal ini lebih khusus lagi jika siswa diarahkan untuk membangun
pengetahuan mereka tentang suatu materi matematika tertentu. Siswa membangun
sendiri skemanya serta membangun konsep-konsep melalui
pengalaman-pengalamannya. Pengalaman-pengalaman tersebut diperoleh melalui
keterlibatan siswa dengan lingkungannya.
Oleh
karena itu calon guru maupun guru untuk mengetahui fase-fase teori belajar
Gagne dan pendekatan konstruktivisme, sehingga guru bisa
memodifikasi atau mendesain setiap pembelajaran sesuai dengan materi ajar.
B. Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
penjelasan teori belajar Gagne ?
2. Apa
yang dimaksud paham konstruktivime ?
3. Bagaiamana
implementasi paham konstruktivisme dalam pembelajaran matematika ?
4. Contoh
penerapan konstruktivisme !
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Gagne
Robert
Gagne lahir tahun 1916 di North Andover, MA. Beliau mendapatkan gelar A.B. pada
Yale tahun 1937 dan pada tahun 1940 mendapat gelar Ph.D. dalam Psychology dari
Universitas Brown. Mengajar pada ConnecticutCollege for Women dari 1940-49 dan
kemudian pada PennStateUniversity dari 1945-1946. Antara 1949-1958, Gagne
menjadi direktur “perceptual and motor skills laborartory” dari U.S. Air force.
Pada saat itu dia mulai mengembangkan beberapa idenya yaitu teori belajar yang
disebut"The Conditions of
Learning".Pada 25
tahun terakhir beliau adalah professor pada Department of Education Research at
Florida State University di Tallahassee.
Gagne
mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan
manusia yang terjadi setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan
oleh pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama
dengan isi ingatannya mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya
berubah dari sebelum ia mengalami situasi dengan setelah mengalami situasi
tadi. Belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor dari luar siswa di
mana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen dalam proses belajar
menurut Gagne dapat digambarkan sebagai S - R. S adalah situasi
yang memberi stimulus, R adalah respons atas stimulus itu, dan garis di
antaranya adalah hubungan di antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri
seseorang yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem alat saraf
di mana terjadi transformasi perangsang yang diterima melalui alat indra.
Stimulus ini merupakan input yang berada di luar individu dan
respon adalah outputnya, yang juga
berada di luar individu sebagai hasil belajar yang dapat diamati.
Menurut
Gagne, sasaran pembelajaran adalah kemampuan. Yang dimaksudkan kemampuan di
sini adalah hasil belajar berupa perilaku yang bias dianalisis. Sasaran belajar
yang dikemukakan Gagne sama dengan tujuan instruksional atau tujuan yang
perumusannya menunjukkan tingkah laku.
Sasaran pembelajaran menurut Gagne mengacu
pada hasil pembelajaran yang diharapkan, sebagai hasil pembelajaran yang
diharapkan, berarti tujuan pembelajaran ditetapkan terlebih dahulu. Berikutnya
semua upaya pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan ini. Sasaran
pembelajaran dibuat dengan jelas dan operasional.Sasaran-sasaran tersebut akan
menjadi landasan dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran menurut Gagne, anak
dibimbing dengan hati-hati, dan ia dapat bekerja dengan materi terprogram atau
program guru. Siswa harus dapat aktif dan tidak bisa pasif. Ia mengerjakan
banyak hal, mulai dari mengerjakan latihan-latihan sampai ia memecahkan
masalah, tetapi seluruhnya ditentukan dengan program.
Objek belajar matematika
Menurut
Gagne belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung. objek tak langsung antara lain
kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah, ketekunan, ketelitian,
disiplin diri, bersikap positif terhadap matematika. Sedangkan objek tak
langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip.
· Fakta
adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti simbol-simbol
matematika. Fakta bahwa 2 adalah simbol untuk kata ”dua”, simbol untuk operasi
penjumlahan adalah ”+” dan sinus suatu nama yang diberikan untuk suatu fungsi
trigonometri. Fakta dipelajari dengan cara menghafal, drill, latiahan, dan
permainan.
·
Keterampilan(Skill) adalah suatu prosedur atau aturan
untuk mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu. contohnya, keterampilan
melakukan pembagian bilangan yang cukup besar, menjumlahkan pecahan dan
perkalian pecahan desimal. Para siswa dinyatakan telah memperoleh keterampilan
jika ia telah dapat menggunakan prosedur atau aturan yang ada dengan cepat dan
tepat. Keterampilan menunjukkan kemampuan memberikan jawaban dengan cepat dan
tepat.
·
Konsep
adalah ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan suatu objek
dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari
ide abstrak tersebut. Contoh konsep himpunan, segitiga, kubus, lingkaran.
siswa dikatakan telah mempelajari suatu konsep jika ia telah dapat
membedakan contoh dan bukan contoh. untuk sampai ke tingkat tersebut, siswa
harus dapat menunjukkan atribut atau sifat-sifat khusus dari objek yang
termasuk contoh dan yang bukan contoh.
·
Prinsip
adalah pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Prinsip
merupakan yang paling abstrak dari objek matematika yang berupa sifat atau
teorema. Contohnya, teorema Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada
segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat dari dua sisi yang lain. Untuk
mengerti teorema Pytagoras harus mengetahui konsep segitiga siku-siku, sudut
dan sisi.
Fase-fase Belajar
Menurut Gagne belajar melalui beberapa fase utama yaitu:
1. Fase Motivasi (motivatim
phase)
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan
harapan, bahwa belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat
mengharapkan bahwa informasi akan memenuhi keingintahuan mereka tentang
suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka atau dapat menolong
mereka untuk memperolehangka yang lebih baik.
2. Fase Pengenalan (apperehending phase)
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial
dari suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi. Misalnya, siswa
memperhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa yang ditunjukkan guru, atau
tentang ciri-ciri utama dari suatu bangun datar. Guru dapat memfokuskan
perhatian terhadap informasi yang penting.
3. Fase Perolehan (acquisition phase)
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah
siap untuk menerima pelajaran. Informasi yang disajikan, sudah dikemukakan
dalam bab-bab terdahulu, bahwa informasi tidak langsung disimpan dalam memori.
Informasi itu diubah menjadi bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan
informasi yang telah ada dalam memori siswa. Siswa dapat membentuk
gambaran-gambaran mentaldari informasi itu, atau membentuk asosiasi-asosiasi
antara informasi baru dan informasi lama. Guru dapat memperlancar proses ini dengan
penggunaan pengaturan-pengaturan awal (Ausubel. 1963), dengan membiarkan
para siswamelihat atau memanipulasi benda-benda, atau dengan menunjukkan
hubungan-hubungan antara informasi baru dan pengetahuan sebelumnya.
4. Fase Retensi (retentim
phase)
Informasi yang baru diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka
pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan
kembali (rehearsal), praktek (practice), elaborasi atau lain-lainnya.
5. Fase Pemanggilan (recall)
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi
dalammemori jangka panjang. Jadi bagian penting dalam belajar ialah belajar
memperoleh hubungan dengan apa yang telah kita pelajari, untuk memanggil
(recall) informasi yang telah dipelajari sebelumnya. Hubungan dengan informasi
ditolong oleh organisasi materi yang diatur dengan baik dengan mengelompokkan
menjadi kategori-kategori atau konsep-konsep, lebih mudah dipanggil daripada
materi yang disajikan tidak teratur. Pemanggilan juga dapat ditolong, dengan
memperhatikan kaitan-kaitan antara konsep-konsep, khususnya antara informasi
baru dan pengetahuan sebelumnya.
6. Fase Generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan
di luar konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau
transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam
belajar. Transfer dapat ditolongdengan meminta para siswa menggunakan
keterampilan-keterampilan berhitung baruuntuk memecahkan masalah-masalah nyata,
setelah mempelajari pemuaian zat,mereka dapat menjelaskan mengapa botol yang
berisi penuh dengan air dan tertutup,menjadi retak dalam lemari es.
7. Fase Penampilan
Para siswa harus memperlihatkan, bahwa mereka telah belajar
sesuatumelalui penampilan yang tampak. Misalnya, setelah mempelajari bagaimana menggunakan busur derajat dalam pelajaran matematika, para siswa dapat
mengukur besar
sudut. Setelah mempelajari penjumlahan bilangan bulat, siswa dapatmenjumlahkan
dua bilangan yang disebutkan oleh temannya.
8. Fase Umpan Balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka,
yangmenunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang
diajarkan.Umpan balik ini dapat memberikan reinforsemen pada mereka untuk
penampilan yang berhasil.
Kategori
utama kapabilitas/kemampuan manusia/outcomes
Kapabilitas merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena ia
belajar. Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan
ditempatkan pada puncak membentuk suatu piramida. Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau
kapabilitas tiga bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu bersifat
psikomotor. Gagne membagi hasil belajar menjadi lima kategori kapabilitas
sebagai berikut :
a. Verbal
Information (informasi
verbal), adalah kemampuan siswa
untuk memiliki keterampilan mengingat informasi verbal, ini dapat dicontohkan
kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan yang lainnya yang
bersifat verbal.
b.Intellectual skills (keterampilan intelektual), Kapabilitas keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat
memperbedakan, menguasai konsep, aturan, dan
memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh melalui belajar.
Kapabilitas keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe
belajar yaitu, belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian
gerak, belajar rangkaia nverbal, belajar memperbedakan, belajar pembentukan
konsep, belajar pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah. Tipe belajar
tersebut terurut kesukarannya dari yang paling sederhana (belajar isyarat)
sampai kepada yang paling kompleks belajar pemecahan masalah.
c.
Cognitive strategies (strategi kognitif), Kapalilitas strategi kognitif adalah kemampuan
untuk mengkoordinasikanserta mengembangkan proses berpikir dengan cara merekam,
membuat analisis dan sintesis. Kapabilitas ini terorganisasikan secara internal
sehingga memungkinkan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir anak
terarah. Contoh tingkah laku akibat kapabilitas strategi
kognitif, adalah menyusun langkah-langkah penyelesaian masalah matematik.
d.
Attitudes (sikap-sikap) merupakan pembawaan
yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda,
kejadian atau mahluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah
sikap-sikap kita terhadap orang lain. Bagaimana sikap-sikap sosial itu
diperoleh setelah mendapat pembelajaran itu yang menjadi hal penting dalam
menerapkan metode dan materi pembelajaran.
e.
Motor
skills (keterampilan
motorik) merupakan keterampilan kegiatan fisik dan penggabungan kegiatan
motorik dengan intelektual sebagai hasil belajar. Keterampilan motorik bukan
hanya mencakup kegiatan fisik saja tapi juga kegiatan motorik dengan
intelektual seperti membaca, menulis, dllnya.
Mengajar terdiri dari sejumlah
kejadian-kejadian tertentu yang menurut Gagne terkenal dengan“Nine
instructional events” yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Gain attention (memelihara perhatian)
Dengan stimulus ekster kita berusaha
membangkitkan perhatian dan motivasi siswa untuk belajar.
b. Inform learners of objectives
(penjelasan tujuan pembelajaran)
Menjelaskan kepada murid tujuan dan
hasil apa yang diharapkan setelah belajar. Ini dilakukan dengan komunikasi
verbal.
c. Stimulate recall of prior learning
(merangsang murid)
Merangsang murid untuk mengingat
kembali konsep, aturan dan keterampilan yang merupakan prasyarat agar memahami
pelajaran yang akan diberikan.
d. Present the content
(menyajikan stimuli)
Menyajikan stimuli yang berkenaan
dengan bahan pelajaran sehingga murid menjadi lebih siap menerima pelajaran.
e. Provide "learning guidance"
(memberikan bimbingan)
Memberikan bimbingan kepada murid
dalam proses belajar
f. Elicit performance /practice
(pemantapan apa yang dipelajari)
Memantapkan apa yang dipelajari
dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari
itu.
g. Provide feedback
(memberikan feedback)
Memberikan feedback atau balikan
dengan memberitahukan kepada murid apakah hasil belajarnya benar atau tidak.
h. Assess performance (menilai hasil belajar)
Menilai hasil-belajar dengan
memberikan kesempatan kepada murid untuk mengetahui apakah ia telah benar
menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal.
i. Enhance retention and transfer to the job
(mengusahakan transfer)
Mengusahakan transfer dengan
memberikan contoh-contoh tambahan untuk menggeneralisasi apa yang telah
dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya dalam situasi-situasi lain.
B.
Paham Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah suatu filsafat
pengetahuan yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan adalah hasil dari
konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri. Manusia menkonstruksi pengetahuan
mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman dan
lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat
berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang sesuai.
Paradigma konstruktifisme memandang
realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digenerasikan pada
semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum positifme. Paradigma konstruktifisme
menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam,
karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial
mereka, baik itu melalui pemberian makna ataupun pemahaman perilaku dikalangan
mereka sendiri.
Menurut paham
konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang
kepada yang lain dan tidak dapat digenerasikan ( disamaratakan ) pada semua
orang seperti halnya teori bejana akan tetapi harus diinterpretasikan sendiri
oleh tiap-tiap orang.Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi tetapi merupkan
suatu proses yang berkembang terus-menerus.Dengan demikian paradikma
konstruktif memandang kebenaran tentang sesuatu realitas bersifat relatif atau
kebenaran tergantung pada individu pelaku sosial, dan hasil interaksi dari
sesama pelaku.
Kegiatan
pembelajaran dengan acuan berpusat pada siswa melibatkan siswa dalam
belajar. Hal ini lebih khusus lagi jika siswa diarahkan untuk membangun
pengetahuan mereka tentang suatu materi matematika tertentu. Siswa membangun
sendiri skemanya serta membangun konsep-konsep melalui
pengalaman-pengalamannya. Pengalaman-pengalaman tersebut diperoleh melalui
keterlibatan siswa dengan lingkungannya. Sehingga, peran guru berubah hanya
sebagai fasilitator, bukan pemberi informasi. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip
dalam konstruktivisme, antara lain :
1. Pengetahuan
dibangun oleh siswa secara aktif.
2. Tekanan
dalam proses belajar terletak pada siswa.
3. Mengajar
adalah membantu siswa belajar.
4. Tekanan
dalam belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir.
5. Kurikulum menekankan
partisipasi siswa.
6. Guru adalah fasilitator
(Suparno, 2001:73)
Dalam teori konstruktivisme, yang sangat penting, bahwa dalam kegiatan
pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan perhatian sepenuhnya. Siswalah yang
harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan guru ataupun orang lain.
Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajar mereka. Penekanan
belajar dengan kondisi siswa yang aktif perlu dikembangkan dan dilaksanakan
secara ekstensif. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk
mandiri dalam kehidupan mereka. Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis
menganalisis suatu hal karena mereka berpikir dan bukan meniru.
Menurut pandangan konstruktivistik belajar dan pembelajaran
memiliki ciri :
1) Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana
belajar.
2)
Pengetahuan adalah non-objective, selalu berubah.Tergantung pemahaman dan
perspektif interpretasinya sehingga hasilnya individualistic.
3) Penataan
lingkungan belajar: tidak teratur, semrawut, si belajar bebas, kebebasan
dipandang sebagai penentu keberhasilan dan control belajar dipegang si belajar.
4) Dalam
strategi pembelajaran, lebih diarahkan untuk meladeni pandangan siswa.
Aktivitas belajar lebih didasarkan pada data primer. Pembelajaran menekankan
proses.
5) Evaluasi
menekankan pada penyusunan makna, menggali munculnya berpikir dengan pemecahan
ganda. Dan evaluasi merupakan bagian utuh dari pembelajaran, dan menekankan
pada ketrampilan proses.
Dari beberapa uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran yang mengacu pada teori belajar
konstruktivisme lebih memfokuskan pada keberhasilan peserta didik dalam
mengorganisasikan pengalaman mereka. guru menjadi fasilitator yang membantu
peserta didik mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan
akomodasi. Namun tetap harus diperhatikan bahwa
model pembelajaran ini harus didukung oleh lingkungan yang tepat. Tujuan model
belajar ini adalam menciptakansiswa yang selalu terdorong mengembangkan diri
melalui belajar. Untuk mendorong munculnya mentalitas demikian, institusi
pendidikan harus ikut menciptakan situasi masyarakat yang kondusif. Model konstruktivistik
akan mencapai hasil optimal jika diterapkan dalam lingkunga yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
C. Aplikasi dan Implikasi dalam Pembelajaran
a. Setiap guru akan
pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-jelasnya namun
masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang
diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar
suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya
tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus
diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yang keras
para sisiwa sedirilah akan betul-betul
memahami suatu materi yang diajarkan.
b. Tugas setiap guru
dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau
dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para siswa harus
dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam
kerangka kognitifnya
c. Untuk mengajar dengan
baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk
mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkan dan yang dibuat para siswa
untuk mendukung model-model itu.
d. Siswa perlu
mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing konsep materi
sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau
upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan
situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat
konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.
e. Kurikulum dirancang
sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan
keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
f. Latihan memecahkan
masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis
masalah dalam kehidupan sehari-hari.
g. Peserta didik diharapkan
selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru
hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif
untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar