BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setiap negara mempunyai sistem
pendidikan yang berbeda-beda dengan penekanan pada variabel tertentu didalam
pendidikan. Pada variabel tersebut terkandung tujuan yang akan dicapai baik
jangka panjang maupun jangka pendek. Sehingga akan memberikan arah bagi negara
tersebut untuk menciptakan manusia dan bentuk negara yang mereka inginkan
berdasarkan sumber daya manusia yang mereka rencana berdasarkan sistem
pendidikan. Kami
mencoba untuk membandingkan dua negara yaitu Indonesia dan Malaysia dengan
harapan pada akhirnya penulis akan mengetahui hal-hal apa yang perlu dipertimbangkan
ketika akan menentukan sebuah sistem pendidikan. Studi perbandingan yang akan kami paparkan adalah studi perbandingan sistem pendidikan di Indonesia dengan sistem pendidikan di Malaysia.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana sejarah pendidikan di Indonesia
dan Malaysia?
2.
Bagaimana sistem pendidikan di Indonesia
dan Malaysia?
3.
Bagaimana perbandingan sistem pendidikan di Indonesia dan Malaysia?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui sejarah pendidikan di
Indonesia dan Malaysia.
2.
Untuk mengetahui sistem pendidikan di
Indonesia dan Malaysia.
3.
Untuk mengetahui perbandingan sistem pendidikan di Indonesia dan Malaysia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
1. Sejarah
Pendidikan di Indonesia
Dalam
masyarakat Indonesia sebelum masuk kebudayaan Hindu, pendidikan diberikan
langsung oleh orang tua atau orang tua-orang tua dari masyarakat setempat
mengenai kehidupan spiritual moralnya dan cara hidup untuk memenuhi
perekonomian mereka. Masuknya dan meluasnya kebudayaan asing yang dibawa ke
Indonesia telah diserap oleh Bangsa Indonesia melalui masyarakat pendidikannya.
Lembaga pendidikan itu telah menyampaikan kebudayaan tertulis dan banyak
unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Sejarah
pendidikan di Indonesia dimulai pada zaman berkembangnya satu agama di
Indonesia. Kerajaan-kerajaan Hindu di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera yang
mulai pada abad ke-4 sesudah masehi itulah tempat mula-mula ada pendidikan yang
terdapat di daerah-daerah itu. Dapat dikatakan, bahwa lembaga-lembaga
pendidikan dilahirkan oleh lembaga-lembaga agama dan mata pelajaran yang
tertua adalah pelajaran tentang agama. Tanda-tanda mengenai adanya kebudayaan
dan peradaban Hindu tertua ditemukan pada abad ke-5 di daerah Kutai (Kalimantan).
Namun demikian gambaran tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan di Indonesia
didapatkan dari sumber-sumber Cina kurang lebih satu abad kemudian.
Ada 2 macam sistem pendidikan dan pengajaran
Islam di Indonesia :
a.
Pendidikan di Langgar
Di setiap desa di Pulau Jawa terdapat tempat
beribadah dimana umat Islam dapat melakukan ibadanya sesuai dengan perintah
agamanya. Tempat tersebut dikelola oleh seorang petugas yang disebut amil,
modin atau lebai (di Sumatera). Petugas tersebut berfungsi ganda, disamping
memberikan do’a pada waktu ada upacara keluarga atau desa, dapat pula berfungsi
sebagai guru agama.
b.
Pendidikan di Pesantren
Dimana murid-muridnya yang belajar diasramakan
yang dinamakan pondok-pondok tersebut dibiayai oleh guru yang bersangkutan
ataupun atas biaya bersama dari masyarakat pemeluk agama Islam. Para santri
belajar pada bilik-bilik terpisah tetapi sebagian besar waktunya digunakan
untuk keluar ruangan baik untuk membersihkan ruangan maupun
bercocok tanam.
Pendidikan pada Abad ke Dua Puluh Jaman Pemerintahan Hindia Belanda
Di
kalangan orang-orang Belanda timbul aliran-aliran untuk memberikan kepada
pendudukan asli bagian dari keuntungan yang diperoleh orang Eropa (Belanda)
selama mereka menguasai Indonesia. Aliran ini mempunyai pendapat bahwa kepada
orang-orang Bumiputera harus diperkenalkan kebudayaan dan pengetahuan barat
yang telah menjadikan Belanda bangsa yang besar. Aliran atau paham ini dikenal
sebagai Politik Etis (Etische Politiek)
Gagasan
tersebut dicetuskan semula olah Van Deventer pada tahun 1899 dengan mottonya
“Hutang Kehormatan” (de Eereschuld). Politik etis ini diarahkan untuk
kepentingan penduduk Bumiputera dengan cara memajukan penduduk asli
secepat-cepatnya melalui pendidikan secara Barat.
Dalam
dua dasawarsa semenjak tahun 1900 pemerintah Hindia Belanda banyak mendirikan
sekolah-sekolah berorientasi Barat. Berbeda dengan Snouck Hurgronje yang
mendukung pemberian pendidikan kepada golongan aristokrat Bumiputera, maka Van
Deventer menganjurkan pemberian pendidikan Barat kepada orang-orang golongan
bawah. Tokoh ini tidak secara tegas menyatakan bahwa orang dari golongan rakyat
biasa yang harus didahulukan tetapi menganjurkan supaya rakyat biasa tidak
terabaikan. Oleh karena itu banyak didirikan sekolah-sekolah desa yang
berbahasa pengantar bahasa daerah, disamping sekolah-sekolah yang berorientasi
dan berbahasa pengantar bahasa Belanda. Yang menjadi landasan dari
langkah-langkah dalam pendidikan di Hindia Belanda, maka pemerintah mendasarkan
kebijaksanaannya pada pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
Pendidikan
dan pengetahuan barat diterapkan sebanyak mungkin bagi golongan penduduk
Bumiputera untuk itu bahasa Belanda diharapkan dapat menjadi bahasa pengantar
di sekolah-sekolah.Pemberian pendidikan rendah bagi golongan Bumiputera disesuaikan
dengan kebutuhan mereka
Atas
dasar itu maka corak dan sistem pendidikan dan persekolahan di Hindia Belanda
pada abad ke-20 dapat ditempuh melalui 2 jalur tersebut. Di satu pihak melalui
jalur pertama diharapkan dapat terpenuhi kebutuhan akan unsur-unsur dari
lapisan atas serta tenaga didik bermutu tinggi bagi keperluan industri dan
ekonomi dan di lain pihak terpenuhi kebutuhan tenaga menengah dan rendah yang
berpendidikan.
Tujuan
pendidikan selama periode kolonial tidak pernah dinyatakan secara tegas. Tujuan
pendidikan antara lain adalah untuk memenuhi keperluan tenaga buruh untuk
kepentingan kaum modal Belanda. Dengan demikian penduduk setempat dididik untuk
menjadi buruh-buruh tingkat rendahan (buruh kasar). Ada juga sebagian yang
dilatih dan dididik untuk menjadi tenaga administrasi, tenaga teknik, tenaga
pertanian dan lain-lainnya yang diangkat sebagai pekerja-pekerja kelas dua atau
tiga. Secara singkat tujuan pendidikan ialah untuk memperoleh tenaga-tenaga
kerja yang murah. Suatu fakta menurut hasil Komisi Pendidikan Indonesia Belanda
yang dibentuk pada tahun 1928 – 1929 menunjukkan bahwa 2 % dari orang-orang
Indonesia yang mendapat pendidikan barat berdiri sendiri dan lebih dari
83% menjadi pekerja bayaran serta selebihnya menganggur. Diantara yang 83% itu
45% bekerja sebagai pegawai negeri. Pada umumnya gaji pegawai negeri dan
pekerja adalah jauh lebih rendah dibandingkan dengan gaji-gaji Barat mengenai
pekerjaan yang sama.
2. Sejarah
Pendidikan di Malaysia
Sistem Pendidikan Negara telah mengalami
evolusi penting sejajar dengan pembangunan dan kemampuan negara. Evolusi
pendidikan ini telah melalui lima fasa berikut:
-
Zaman Pramerdeka (sebelum 1957),
-
Zaman Pasca Merdeka (1957-1970),
-
Zaman Dasar Ekonomi Baru (1971-1990),
-
Zaman Dasar Pembangunan Negara
(1991-2000),
dan
-
Zaman Dasar Wawasan Negara (2001-hingga
sekarang).
Zaman pramerdeka
(sebelum 1957)
Dilihat dari sejarahnya, pendidikan di Malaysia
zaman sebelum penjajahan berasaskan sistem pondok yang diadakan di madrasah da
di sekolah-sekolah agama. Sekolah agama atau madrasah berkembang dengan pesat
dalam tahun 1920-an sampai 1940-an. Contohnya, di Pondok Langgar, Pondok Sena
di Kedah, Pondok Bukit Mertajam Seberang Prai dan Madrasah Al Masyhur di Pulau
Pinang.
Sekolah agama atau madrasah lebih sistematik
daripada sekolah pondok dari segi kurikulumnya, waktu belajarnya, dan
peralatannya. Kurikulum sekolah agama atau madrasah lebih terstruktur, waktu
belajarnya relatif tetap, dan peralatan meja kursi lebih lengkap.
Sekolah-sekolah tersebut dimaksudkan agar dapat melahirkan pelajar yang
bermoral tinggi. Namun demikian, terdapat kelemahan pada sekolah agama atau
madrasah. Sekolah-sekolah ini tidak dapat melahirkan masyarakat islam yang
modern karena tidak adanya penekanan pelajaran Sains, Matematika, dan Bahasa
Inggris.
Adapun sekolah vernakular (sekolah dasar) merujuk
kepada sekolah yang menggunakan bahasa ibunda dalam pelaksanaan penyelidikan
dan pembangunan di sekolah. Terdapat tiga jenis sekolah vernakular, yaitu
Melayu, Cina, dan Tamil. Sekolah vernakular Melayu yang pertama sekali
didirikan pada tahun 1855 adanya di Bayan Lepas, Pulau Pinang. Sekolah Melayu
Gelugor, Pulau Pinang, menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar.
Pada tahun 1872 mulai diperkenalkan persekolahan
dengan dua sesi. Pembukaan sekolah dengan dua sesi ini dilakukan oleh AM.
Skinner, seorang nazir pendidikan. Persekolahan dengan dua sesi, yaitu sekolah
pagi dan sekolah petang. Sekolah pagi dengan mata pelajaran bahasa Melayu,
Matematika, Ilmu Alam, ditambah materi pelajaran vokasional. Sedangkan sekolah
petang dengan mata pelajaran bahasa Arab dan al Qur’an.
Problem pelik yang dihadapi sekolah-sekolah pada
zaman itu adalah kekurangan guru. Akibat dari kekurangan guru tersebut telah
menjadi faktor tidak adanya sekolah menengah Melayu pada waktu itu. Hal inilah
yang telah mendorong didirikannya dua buah maktab perguruan agar dapat
menghasilkan lulusan yang dapat menjadi guru di sekolah-sekolah. Dua buah
maktab perguruan tersebut adalah maktab Perguruan Sultan Idris (MPSI) di
Tanjung Malim pada tahun 1922 dan Maktab Perguruan Perempuan Melayu (MPPM) di
Melaka tahun 1935.
Sekolah vernakular Cina didirikan pada tahun 1815
oleh kumpulan pendakwah baru Persatuan Pendakwah London. Terdapat juga sekolah
Cina yang dibuka oleh perseorangan. Sekolah Cina menggunakan bahasa Cina atau
Mandarin sebagai bahasa pengantar. Guru-guru dan buku teks sekolah vernakular
Cina ini diimpor dari negara Cina. Contoh sekolah vernakular Cina ialah SJK (C)
Hua Lian, Tanjung, Perak dan SJK (C) Chung Hwa, Kota Bharu, Kelantan. Kelas
Bahasa Cina diadakan di semua ‘Free
School’, yaitu di Melaka, Pulau Pinang, dan Singapura. Namun dalam
perkembangannya sekolah-sekolah ini gagal dan akhirnya dihentikan atau ditutup.
Sedangkan sekolah vernakular Tamil diselenggarakan
dengan menggunakan bahasa Tamil sebagai bahasa pengantar. Guru, kurikulum, dan
buku teks diiimpor dari India. Conntohnya, SJK (T) Manikavasagam, Tanjung
Malim, dan Perak.
Pendidikan Malaysia di zaman penjajahan Inggris
memiliki ciri-ciri tertentu yang berbeda dengan sebelumnya. Pendidikan zaman
penjajahan Inggris bercirikan :
a.
setiap jenis sekolah khusus mengikuti
kaum,
b.
kurikulum sekolah satu dengan lainnya
berbeda,
c.
lokasi sekolah bagi setiap kaum
terpisah, dan
d.
bahasa pengantar berlainan satu sama
lain, contohnya sekolah Cina bahasa pengantar bahasa Mandarin, sekolah Tamil
berbahasa pengantar bahasa Tamil.
Pada tahun 1854, pemerintahan Hindia Timur
mengeluarkan arahan kepada Gubernur negeri-negeri selat untuk memberikan
laporan tentang status dan keadaan pendidikan di negerinya masing-masing agar
tindakan selanjutnya dapat diambil. Pada tahun 1855, sekolah Melayu dibuka di
Bayan Lepas, Pulau Pinang dan diikuti dengan dua buah sekolah Melayu di
Singapura, yaitu di Telok Belanga dan Kampung Gelam.
Pada zaman pemerintahan Inggris mulai diperkenalkan.
Contohnya, King Edward VII, Taiping di Perak, dan Clifford School, Kuala Lipis,
Pahang. Meskipun juga sekolah-sekolah pondok masih diteruskan di kalangan
penduduk Melayu. Sekolah vokasional Melayu juga telah diadakan untuk melatih
kumpulan buruh.
Perencanaan dan pelaksanaan program pembelajaran di
sekolah-sekolah Cina juga berbeda
dengan sekolah-sekolah lain, karena
sekolah-sekolah ini dibiayai oleh masyarakat Cina yang terdiri dari golongan pengusaha.
Sekolah-sekolah Cina ini berkembang pesat dan diteruskan di peringkat sekolah
menengah. Di peringkat awal, yaitu pada tahun 1917, sekolah Cina mulai mendapat
bantuan dari negara Cina atau dari kerajaan setempat.
Begitu juga sekolah-sekolah Tamil, pada saat itu
mulai berkembang selaras dengan perkembangan dalam sektor perkebunan kopii,
getah, dan kelapa sejak tahun 1970-an. Sekolah Tamil telah diadakan hanya
diperuntukkan bagi majikan kelas atas dan hanya diselenggarakan pada jenjang
sekolah rendah saja. Setelah peraturan tentang buruh diterima dan diterapkan di
negeri-negeri Melayu Bersekutu pada tahun 1923, maka klan Tamil menuntut agar
sekolah-sekolah Tamil diberi kemudahan mengajar kepada anak-anak pekerja buruh.
Meskipun ada bermacam-macam jenis sekolah dengan
kekhususan masing-masing, sekolah-sekolah Inggris yang dikendalaikann oleh
misionaris Kristiani adalah terbuka kepada semua anak-anak tanpa membedakan ras
dan agama. Sistem pendidikan ini sejak awal telah meninggalkan kesan yang
mendalam dari segi meningkatkan persaingan hebat di kalangan semua kaum. Bahkan
sejak pertengahan tahun 18770-an, kaidah pengajaran yang digunakan adalah ‘monitoral system’ dimana guru-guru
didatangkan dari Inggris dan anggaran untuk peningkatan mutu sekolah semakin ditingkatkan.
Prinsip “bekerja sambil belajar” juga telah diperkenalkan.
Pada zaman penjajahan Inggris, guru-guru diberikan
pelatihan kerja profesional dan dikirim ke Raffles
College yang berlokasi di negara Inggris atau negara-negara lain di luar
negeri. Mulai tahun 1920-an, dua buah lembaga untuk tempat pelatihan para guru
didirikan, yaitu Maktab Perguruan Sultan Idris (tahun 1922) dan Maktab
Perguruan Perempuan Melayu di Melaka (tahun 1935) sebagaimana telah disebut di
muka. Kedua maktab perguruan tersebut diperuntukkan melatih guru-guru dari
negeri-negeri Selat, negeri-negeri Melayu Bersekutu, dan negeri-negeri Melayu
Tidak Bersekutu.
Namun menjelang kemerdekaan, timbul kesadaran untuk
mewujudkan satu sistem persekolahan. Beberapa tokoh diperintahkan untuk mengkaji sistem
persekolahan pada masa itu dan menghasilkan laporan-laporan berikut:
-
Laporan Barnes (1951) – menyemak dan
memperbaiki keadaan pendidikan kaum Melayu;
-
Laporan Fenn-Wu (1951) – menyemak
pendidikan kaum Cina;
-
Ordinan Pelajaran (1952) – mengesyorkan
sekolah kebangsaan sebagai corak sistem persekolahan kebangsaan; dan
-
Laporan Razak (1956) – meletakkan asas
bagi perkembangan sistem pendidikan untuk memupuk perpaduan melalui Sistem
Pelajaran Kebangsaan untuk semua, Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar utama
serta kurikulum kebangsaan, mata pelajaran dan sistem evaluasi yang sama bagi
semua sekolah.
Zaman Pasca
Merdeka (1957-1970)
Setelah mengalami kemerdekaan,
Malaysia membangun pendidikannnya untuk mewujudkan suatu
sistem pelajaran kebangsaan. Sehubungan itu, Ordinan Pelajaran 1957 diubah
berdasarkan Laporan Razak (1956) yang mengutamakan perpaduan dan menjadi teras
Dasar Pendidikan Kebangsaan. Hasil laporan Razak dikaji oleh Jawatankuasa
Rahman Talib pada tahun 1960. Laporan jawatankuasa ini menjadi asas kepada
penggubahan Akta Pelajaran 1961 yang menggariskan Bahasa Melayu sebagai bahasa
pengantar utama pada semua peringkat pendidikan serta penggunaan kurikulum dan
peperiksaan yang sama untuk semua pelajar.
Dasar
demokrasi pendidikan dimuali pada tahun 1962 dengan memberi penekanan kepada
pendidikan gratis untuk semua pelajar. Dasar ini diperluas dengan mengadakan
pendidikan universal selama sembilan tahun apabila peperiksaan pemilihan masuk
ke sekolah menengah dihapuskan pada tahun 1964. Penghapusan peperiksaan
pemilihan ini menyebabkan peningkatan kadar penyertaan ke sekolah menengah.
Kadar ini terus meningkat apabila terdapat perubahan dasar yang melanjutkan
pendidikan universal kepada 11 tahun secara berperingkat mulai tahun 1992.
Zaman Dasar
Ekonomi Baru (1971-1990)
Pada tahun 1974, Malaysia
membentuk Jawatan Kuasa Kabinet yang bertugas mengkaji semua pelaksanaan
pendidikan. Laporan Jawatan Kuasa Kabinet ini telah mulai terbit sejak tahun
1979. Lalu, atas dasar laporan tersebut, Kementrian Pendidikan melancarkan
reformasi pendidikan dengan memperkenalkan program KBSR pada tahun 1982/1989
diikuti dengan pelaksanaan KBSM pada tahun 1988/1989. Pada dekade 1990-an,
Malaysia mengadakan perubahan kebijakan pendidikannya secara berarti,
diantaranya sebagia berikut:
a. Memperkenlkan pendidikan persekolahan
dalam sekolah rendah,
b. Mengurangi tahun lama sekolah di
sekolah rendah, dari 6 tahhun menjdai 5 tahun, bagi murid yang cerdas dan
sebaliknya, menambah tahun lama sekolah, menjadi 7 tahun, bagi murid yang
lambat,
c. Memberikan peluang pendidikan kepada
semua pelajar dengan melanjutkan waktu belajar mereka dari 9 hingga 12 tahun,
yaitu sampai tingkat 5 di peringkat sekolah menengah,
d. Mengutamakan pendidikan teknologi
dengan tujuan melahirkan pelajar yang mahir dalam bidang seni perusahaan,
perdagangan dan ekonomi,
e. Mengubah sistem pemeriksaan SRP
kepada Penilaian Menengah Rendah (PMR).
Dasar
Ekonomi Baru (DEB) adalah satu falsafah pembangunan yang menekankan
keseimbangan antara pembangunan sosial dan perkembangan ekonomi (Universiti
Terbuka Malaysia, 2008). Dalam kurun waktu ini, pendidikan diberikan keutamaan
untuk menangani masalah ketidakseimbangan dalam masyarakat dengan menyediakan
peluang pendidikan yang sama untuk semua kaum.
Pada masa ini juga Sistem Pendidikan
Kebangsaan mengalami banyak perubahan, antaranya Bahasa Melayu dijadikan
sebagai bahasa pengantar utama yang dilaksanakan sepenuhnya pada peringkat
menengah di Semenanjung Malaysia dan Sabah pada tahun 1982, manakala di Sarawak
pada tahun 1990. Penggunaan Bahasa Inggeris sebagai bahasa kedua juga turut
diberi tumpuan. Walau bagaimanapun, selaras dengan Akta Pelajaran 1961, sekolah
rendah kerajaan dan bantuan kerajaan yang menggunakan bahasa Cina atau bahasa
Tamil sebagai bahasa pengantar terus dikekalkan. Mata pelajaran Sivik diperkenalkan
bagi menyemai semangat jati diri di kalangan pelajar. Pendidikan Sains dan
Teknikal diberi lebih penekanan pada peringkat menengah bagi menghasilkan
tenaga kerja mahir.
Pada tahun 1979, semakan semula
pelaksanaan dasar pendidikan oleh Jawatankuasa Kabinet Mengkaji Pelaksanaan
Dasar Pelajaran (1979) telah menggariskan cadangan pendekatan dan strategi baru
untuk memantapkan sistem pendidikan. Pada tahun 1980-an, peluang pendidikan
untuk warganegara turut ditingkatkan dengan menambahkan kemudahan fizikal dan
infrastruktur terutama di luar bandar. Seterusnya Falsafah Pendidikan
Kebangsaan telah digubal pada tahun 1988 bagi memperteguh hala tuju dan
matlamat pendidikan negara. Falsafah ini menekankan pendidikan yang menyeluruh
dan bersepadu bagi membentuk pelajar yang seimbang daripada segi jasmani,
emosi, rohani dan intelek.
Zaman Dasar
Pembangunan Negara (1991-2000)
Dekad
terakhir abad ke-20 menyaksikan perubahan yang pesat dalam pendidikan negara.
Asas perundangan bagi pelaksanaan dasar pendidikan diperkukuhkan melalui
penggubalan dan pindaan beberapa akta yang berkaitan dengan pendidikan,
misalnya Akta Pendidikan 1996; Akta Institusi Pendidikan Tinggi Swasta 1996;
Akta Majlis Pendidikan Tinggi Negara 1996 dan lain-lain.
Selain itu, banyak lagi perubahan
berlaku dalam bidang pendidikan termasuk:
-
Peningkatan akses dalam pendidikan
khususnya peringkat tertiari;
-
Perkembangan ICT dalam pendidikan
termasuk penubuhan Sekolah Bestari pada tahun 1999;
-
Menaiktarafkan kelayakan guru-guru
daripada sijil kepada diploma;
-
Menaiktarafkan Maktab Perguruan Sultan
Idris kepada Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI); dan
-
Menaiktarafkan Sekolah Menengah
Vokasional kepada Sekolah Menengah Teknik.
Zaman Dasar
Wawasan Negara (2001-hingga sekarang)
Dengan berbasis sistem pendidikan di Inggris, malaysia menerapkan
pendidikan dasar selama enam tahun, disusul pendidikan menengah selama lima
tahun (tiga tahun menengah rendah atau pertama, dan dua tahun menengah atas).
Semuanya itu dapat diakses anak-anak Malaysia gratis. Para siswa wajib
mengikuti ujian negara di setiap akhir jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah rendah, dan pendidikan menengah tinggi. Pada tahun 2006, jumlah siswa
yang bersekolah di pendidikan dasar ada 3.111.948 anak, sedangkan jumlah siswa
yang bersekolah di pendidikan menengah ada 2.304.976 anak.
Pendidikan rendah atau
dasar (Primary Education) di Malaysia
berlangsung 6 tahun yang wajib diikuti oleh anak-anak usia 7-12 tahun. Wajib
belajar di Malaysia dicanangkan dan dilaksanakan mulai tahun persekolahan 2003.
Pendidikan wajib adalah satu peraturan yang mewajibkan setiap orang tua sebagai
penduduk dan warga negara Malaysi yang mempunyai anak berumur 6 tahun
mendaftarkannya di sekolah rendah.
Pendaftaran siswa baru biasanya dilakukan 1 tahun sebelum masa
persekolahan. Keteledoran orang tua memasukkan anaknya utnuk mengikuti wajib
belajar dianggap sebagai kesalahan menurut undang-undang. Jika hal ini terbukti
di pengadilan, maka orang tua tersebut akan didenda maksimal RM 5000 atau
dihukum maksimal 6 bulan.
Mengenai biaya pendidikan dasar orang tua siswa hanya diminta membayar
iuran sekolah awal tahun ajaran baru. Besarnya iuran yang dipungut oleh pihak
sekolah berkisar antara RM 50 sampai RM 75 (Rp125.000 – 187.000) per tahun tiap
siswa. Iuran tersebut dirinci untuk pembayaran asuransi, biaya ujian tengah
semester dan ujian semesteran, iuran khusus, biaya LKS, praktek komputer, kartu
ujian, file data siswa dan rapor.
Khusus untuk sumbangan PIBG (Persatuan Ibu Bapak Guru) hanya dipungut
satu bayaran untuk satu keluarga. Keluarga yang menyekolahkan lebih dari satu
anak, hanya dikenakan iuran yang sama yaitu RM 25 per keluarga. Dan untuk siswa
kelas enam ditambah biaya UPSR sebesar RM 70. Selain itu tidak ada pungutan
lain, termasuk pungutan dana sumbangan pembangunan. Pembangunan dan renovasi
gedung sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemerintah.
Buku pelajaran yang dipakai siswa relatif tidak berganti setiap tahun.
Bila orang tu siswa membeli semua buku pelajaran, harganya berkisar antara RM
80 sampai RM 125 per siswa per tahun. Buku yang telah dibeli untuk anak sulung
akan dapat dipakai terus untuk adiknya secara “turun temurun”. Khusus untuk
keluarga dengan pendapatan kurang dari RM 2000 per bulan, dapat mengajukan
permohonan kepada pemerintah untuk peminjaman buku teks yang disediakan dari
sekolah. Mulai tahun ajaran 2008, semua siswa sekolah rendah mendapat bantuan
peminjaman buku pelajaran dari bantuan pemerintah melalui sekolah
masing-masing.
Pada
zaman ini Sistem Pendidikan Kebangsaan diperkemas sejajar dengan perkembangan
dunia teknologi maklumat. Dengan mengambil kira pelbagai perubahan dan cabaran
alaf ke-21, penambahbaikan dan pemantapan sistem pendidikan diperlihatkan dalam
perundangan, dasar dan program utama, antaranya: Akta Pendidikan 1996 (Pindaan
2002); Program Bimbingan dan (Keputusan Jemaah Menteri, 2002); Pengajaran dan
Pembelajaran Sains dan Matematik dalam Bahasa Inggeris dilaksanakan pada tahun
2003 (Keputusan Jemaah Menteri, 2002). Bayaran Insentif Subjek Pendidikan
(BISP) diperkenalkan pada tahun 2003; Program j-QAF diperkenalkan pada tahun
2005 dan diperluaskan pada tahun 2006 bagi memastikan murid Islam menguasai
Jawi, Al-Quran, Bahasa Arab dan Fardu Ain apabila tamat sekolah rendah
(Keputusan Jemaah Menteri,
2003); dan banyak lagi program-program pendidikan diperluas.
Perubahan paling signifikan dalam
sejarah perkembangan pendidikan negara ialah penubuhan Kementerian Pengajian
Tinggi Malaysia (KPTM) pada tahun 2004. Dengan pembahagian ini KPM
dipertanggungjawabkan kepada pembangunan pendidikan prasekolah, sekolah rendah,
sekolah menengah, matrikulasi dan pendidikan guru.
B. Sistem Pendidikan
1.
Pendidikan di Indonesia
Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan
yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak
terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab
Kementerian
Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Kemdiknas), dahulu bernama
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Depdikbud). Di
Indonesia, semua penduduk wajib mengikuti program wajib
belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah
dasar/madrasah ibtidaiyah
dan tiga tahun di sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah.
Saat ini, pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan di Indonesia terbagi ke
dalam tiga jalur utama, yaitu formal, nonformal, dan informal. Pendidikan juga
dibagi ke dalam empat jenjang, yaitu anak usia dini, dasar, menengah, dan
tinggi.
Jenjang Pendidikan
a.
Pendidikan anak
usia dini
Mengacu
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
b. Pendidikan dasar
Pendidikan dasar
merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa
sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
c. Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang
pendidikan lanjutan pendidikan dasar.
d.
Pendidikan
tinggi
Pendidikan tinggi
adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program
pendidikan diploma,
sarjana,
magister,
doktor,
dan spesialis yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi.
Jalur Pendidikan
Jalur
pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi
diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
a. Pendidikan formal
Pendidikan formal
merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya.
Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari
pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
b. Pendidikan nonformal
Pendidikan
nonformal paling banyak terdapat pada usia dini, serta
pendidikan dasar, adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat
di setiap mesjid
dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua gereja. Selain itu,
ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan
sebagainya.
c.
Pendidikan informal
Pendidikan informal
adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab.
Jenis
Jenis pendidikan adalah kelompok
yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
a.
Pendidikan
umum
Pendidikan umum
merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan
yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Bentuknya: sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama
(SMP), dan sekolah menengah atas (SMA).
b. Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan
menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang
tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah sekolah menengah kejuruan (SMK).
c. Pendidikan akademik
Pendidikan akademik merupakan pendidikan
tinggi program sarjana
dan pascasarjana
yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
d. Pendidikan profesi
Pendidikan profesi merupakan pendidikan
tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki
suatu profesi
atau menjadi seorang profesional.
e. Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan
tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan
keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara
dengan program sarjana
(strata 1).
f. Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk
dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman
terhadap ajaran agama dan /atau menjadi ahli ilmu agama.
g.
Pendidikan
khusus
Pendidikan khusus merupakan
penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus atau
peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara
inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus
pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk sekolah luar biasa/SLB).
Tingkat
a.
Prasekolah
Dari kelahiran sampai usia 3 tahun,
kanak-kanak Indonesia pada umumnya tidak memiliki akses terhadap pendidikan
formal. Dari usia 3 sampai 4 atau 5 tahun, mereka memasuki taman kanak-kanak.
Pendidikan ini tidak wajib bagi warga negara Indonesia, tujuan pokoknya adalah
untuk mempersiapkan anak didik memasuki sekolah dasar. Dari 49.000 taman
kanak-kanak yang ada di Indonesia, 99,35% diselenggarakan oleh pihak swasta.
Periode taman kanak-kanak biasanya dibagi ke dalam "Kelas A" (atau Nol
Kecil) dan "Kelas B" (atau Nol Besar), masing-masing untuk periode
satu tahun.
b. Sekolah dasar
Kanak-kanak berusia 6–11 tahun memasuki sekolah
dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI). Tingkatan pendidikan ini
adalah wajib bagi seluruh warga negara Indonesia berdasarkan konstitusi
nasional. Tidak seperti taman kanak-kanak yang sebagian besar di antaranya
diselenggarakan pihak swasta, justru sebagian besar sekolah dasar diselenggarakan
oleh sekolah-sekolah umum yang disediakan oleh negara (disebut "sekolah
dasar negeri" atau "madrasah ibtidaiyah negeri"), terhitung 93%
dari seluruh sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah yang ada di Indonesia. Sama
halnya dengan sistem pendidikan di Amerika Serikat dan Australia, para siswa
harus belajar selama enam tahun untuk menyelesaikan tahapan ini. Beberapa
sekolah memberikan program pembelajaran yang dipercepat, di mana para siswa
yang berkinerja bagus dapat menuntaskan sekolah dasar selama lima tahun saja.
c. Sekolah menengah pertama
Sekolah menengah pertama (SMP) dan
madrasah tsanawiyah (MTs) adalah bagian dari pendidikan dasar di Indonesia.
Setelah tamat dari SD/MI, para siswa dapat memilih untuk memasuki SMP atau MTs
selama tiga tahun pada kisaran usia 12-14. Setelah tiga tahun dan tamat, para
siswa dapat meneruskan pendidikan mereka ke sekolah menengah atas (SMA),
sekolah menengah kejuruan (SMK), atau madrasah aliyah (MA).
d. Sekolah menengah atas
Di Indonesia,
pada tingkatan ini terdapat tiga jenis sekolah, yaitu sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan
(SMK), dan madrasah aliyah
(MA). Siswa SMA dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan
tinggi, sedangkan siswa SMK dipersiapkan untuk dapat langsung memasuki
dunia kerja tanpa melanjutkan ke tahapan pendidikan selanjutnya. Madrasah
aliyah pada dasarnya sama dengan sekolah menengah atas, tetapi porsi kurikulum
keagamaannya (dalam hal ini Islam) lebih besar dibandingkan dengan sekolah menengah atas.
Jumlah sekolah menengah atas di Indonesia sedikit lebih kecil dari 9.000 buah
e. Pendidikan tinggi
Setelah tamat dari sekolah menengah atas
atau madrasah aliyah, para siswa dapat memasuki perguruan tinggi. Pendidikan
tinggi di Indonesia dibagi ke dalam dua kategori: yakni negeri dan swasta.
Kedua-duanya dipandu oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Terdapat beberapa
jenis lembaga pendidikan tinggi; misalnya universitas,
sekolah tinggi,
institut,
akademi,
dan politeknik. Ada beberapa tingkatan gelar yang
dapat diraih di pendidikan tinggi, yaitu Diploma 3 (D3), Diploma
4
(D4), Strata 1
(S1), Strata 2
(S2), dan Strata 3 (S3).
2.
Sistem
Pendidikan di Malaysia
Sistem
pendidikan di Malaysia diselia oleh Kementerian Pelajaran
Malaysia. Pendidikan
Malaysia
boleh didapatkan dari sekolah tanggungan kerajaan, sekolah swasta atau secara
sendiri. Sistem pendidikan dipusatkan terutamanya bagi sekolah rendah dan
sekolah menengah. Kerajaan negeri tidak berkuasa dalam kurikulum dan aspek lain
pendidikan sekolah rendah dan sekolah menengah, sebaliknya ditentukan oleh
kementerian. Terdapat peperiksaan piawai yang merupakan ciri yang biasa bagi
negara-negara Asia seperti di Singapura dan China.
Hanya pendidikan di sekolah rendah
diwajibkan dalam undang-undang. Oleh itu, pengabaian keperluan pendidikan
selepas sekolah rendah tidak melanggar undang-undang. Sekolah rendah dan
sekolah menengah diuruskan oleh Kementerian Pelajaran Malaysia
tetapi dasar yang berkenaan dengan pengajian tinggi diuruskan oleh Kementerian Pengajian Tinggi
Malaysia yang ditubuhkan pada tahun 2004. Sejak tahun 2003, kerajaan
memperkenalkan penggunaan bahasa Inggeris sebagai bahasa pengantar dalam mata
pelajaran yang berkenaan dengan Sains. dan matematik.
Pendidikan
Malaysia terdiri daripada beberapa peringkat:
a. Pendidikan prasekolah
Sekolah tadika (prasekolah)
menerima kemasukan kanak-kanak umur 4-6 tahun. Pengajian tadika bukan merupakan
pengajian wajib dalam Pendidikan Malaysia. Namun begitu penubuhan tadika oleh
pihak swasta amat menggalakkan. Sepakat ini, sebagian besar Sekolah Kebangsaan
mempunyai kelas prasekolah. Namun kemasukan ke kelas ini dibuka kepada
anak-anak dari keluarga berpendapatan rendah.
b. Pendidikan rendah
Pendidikan rendah
bermula dari tahun 1 hingga tahun 6, dan menerima kemasukan kanak-kanak berumur
7 tahun sehingga 12 tahun. Bahasa Melayu dan bahasa
Inggris merupakan mata pelajaran wajib dalam Sistem
Pendidikan Malaysia. Sekolah rendah awam di Malaysia terbagi kepada dua jenis,
yaitu Sekolah Kebangsaan dan Sekolah Jenis Kebangsaan. Kurikulum di kedua-dua
jenis sekolah rendah adalah sama. Perbedaan antara dua jenis sekolah ini ialah
bahasa pengantar yang digunakan. Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa
pengantar di Sekolah Kebangsaan. Bahasa
Tamil atau bahasa
Mandarin digunakan sebagai bahasa pengantar di Sekolah Jenis
Kebangsaan.
Pada akhir tahun persekolahan sekolah
rendah, ujian awam diadakan bagi menilai prestasi murid-murid. Ujian awam pada
peringkat sekolah rendah dinamakan Ujian Penilaian Sekolah Rendah
(UPSR). Pelajar yang telah menduduki UPSR, dibenarkan melanjutkan pelajaran ke
peringkat menengah.
c.
Pendidikan
menengah
Sekolah menengah di Malaysia merupakan
sekolah kelanjutan setelah anak menempuh sekolah dasar selama 6 tahun. Sekolah
menengah ini berlangsung selama 5 tahun. Seperti di sekolah rendah, setiap
tingkatan ditempuh selama satu tahun. Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa
pengantar bagi semua mata pelajaran selain Sains dan Matematika. Pada akhir
kelas 3, para siswa harus mengikuti ujian untuk menentukan kelulusan di sekolah
menengah rendah, yang disebut Penilaian
Menengah Rendah (PMR) atau dahulu dikenal dengan istilah Sijil Pelajaran Rendah (SPR), dalam
bahasa Inggris disebut Lower Certificate
Education (LCE) atau Lower Secondary
Evaluation. Ujian tersebut wajib diikuti oleh semua siswa kelas 3. Setelah
itu, siswa akan diarahkan untuk masuk kelas berikutnya dengan pilihan jurusan
IPA (science) atau seni (Arts). Siswa dapat memilih sesuai dengan
pilihan mereka sendiri. Umumnya jurusan IPA lebih dipilih oleh siswa. Meskipun
dalam perjalanannya, siswa masih diberikan kesempatan untuk beralih jurusan IPA
ke jurusan seni, namun tidak untuk sebaliknya. Pelajar-pelajar yang tidak dapat
menentukan keputusan yang memuaskan boleh memilih untuk menjalani pengkhususan
vokasional di sekolah teknik.
Aktivitas ko-kurikuler bersifat wajib di
sekolah menengah, dimana semua siswa harus mengambil bagian di dalam sedikitnya
2 aktivitas. Ada banyak aktivitas ko-kurikuler yang ditawarkan di sekolah
menengah. Aneka macam di masing-masing sekolah dan masing-masing siswa yang
menjadi sebutan yang di dasarkan atas bidang-bidang ini. Ada beberapa kompetisi
dan penilaian kinerja yang dilakukan secara teratur. Aktivitas ko-kurikuler
sering digolongkan menjadi beberapa sebutan sebagai berikut: Kelompok Umum (Uniformed Groups), Penampilan Seni (Performing Arts), Klub dan
Kemasyarakatan (Clubs and Societies),
Olahraga dan Permainan (Sports and Games).
Siswa boleh juga mengikuti kegiatan lebih dari aktivitas ko-kurikuler.
Pada akhir kelas 5 siswa diwajibkan untuk
mengambil ujian akhir yang disebut Sijil
Pelajaran Malaysia-SPM (Malaysian Certificate of Education Examination)
sebelum merka lulus dari sekolah menengah ini. Ujian SPM itu didasarkan pada ‘Ujian Sertifikat Sekolah’ (School Certificate Examination)
sebagaimana zaman Inggris dahulu sebelum berubah menjadi Ujian Tingkat ‘O’
Sertifikat Umum Pendidikan (General
Certificate of secondary Education-GCSE).
d.
Pendidikan
pra-universiti
Selepas SPM, para pelajar dapat membuat
pilihan sama ada belajar dalam Tingkatan 6 matrikulasi,
pengajian diploma di pelbagai institut pendidikan seperti Politeknik. Jika
mereka melanjutkan pelajaran dalam Tingkatan Enam, mereka akan menduduki
peperiksaan Sijil Tinggi Persekolahan Malaysia
(STPM). Tingkatan 6 yang terdiri daripada Tingkatan 6 Rendah dan Tingkatan 6
Atas mengambil masa selama dua tahun. STPM dianggap lebih susah daripada A-level kerana
merangkumi skop yang lebih mendalam dan luas. Walaupun STPM biasanya diduduki
bagi mereka yang ingin belajar di universiti awam di Malaysia, STPM turut
diakui di peringkat antarabangsa.
Selain itu, para pelajar boleh memohon
kebenaran untuk mengikuti program matrikulasi yang mengambil masa selama satu
atau dua tahun. Pada suatu ketika dahulu, matrikulasi hanya mengambil masa
selama satu tahun. Sejak tahun 2006, 30% daripada semua pelajar matrikulasi
diberikan program yang mengambil masa selama dua tahun. 90% daripada tempat
matrikulasi adalah disimpan untuk bumiputera. Program matrikulasi tidak seketat
dengan STPM. Ramai berpendapat bahawa program ini mudah daripada STPM, dan
dikatakan untuk membantu bumiputera belajar di universiti dengan mudah.
Matrikulasi dikenalkan selepas kuota kemasukan universiti awam yang berdasarkan
kaum dimansuhkan. 70% daripada pelajar kursus krtikal seperti perubatan,
farmasi, pergigian dan perundangan ialah pelajar matrikulasi. Sebaliknya,
kebanyakan kursus-kursus seperti Sarjana Muda Sains yang kurang diminati
diambil oleh pelajar STPM. Pembela program matrikulasi mendakwa bahawa
Tingkatan 6 adalah berbeda dengan program matrikulasi. Akan tetapi, program
matrikulasi dan Tingkatan Enam memainkan peranan yang sama (kelayakan kemasukan
universiti). Setelah pelajar menerima
pendidikan pra-universiti di kolej persendirian. Mereka mungkin memilih diploma, A-level,
Program Matrikulasi Kanada atau kursus yang sama dari negara lain.
e. Pengajian tinggi
Banyak subsidi diberi oleh kerajaan
untuk menanggung pendidikan di universiti-universiti awam. Pemohon memerlukan
kelayakan STPM, matrikulasi atau diploma yang diiktiraf, serta
kelulusan-kelulusan lain yang setara yang diiktiraf Kerajaan. Keputusan yang
baik dalam peperiksaan tidak menjamin kemasukan universiti awam. Ini adalah
kerana tempat pengajian bagi sesetengah program adalah terhad. Contohnya,
tempat untuk bidang perubatan adalah terhad dan adalah mustahil untuk
universiti awam menerima semua pelajar-pelajar yang mendapat semua A dalam
STPM. Justeru, adalah penting bagi pelajar untuk mendapatkan maklumat dari
pihak sekolah ketika mengisi borang permohonan.Pada tahun 2004, kerajaan
menubuhkan Kementerian Pengajian Tinggi
Malaysia untuk mengawasi pendidikan pengajian tinggi. Kementerian ini
dipimpin oleh Mustapa Mohamed pada ketika itu. Kini, KPT diterajui oleh Nordin
Khaled. Para pelajar juga dapat membuat pilihan untuk pergi ke institusi swasta
bagi pendidikan peringkat tinggi. Banyak institusi memberi kursus dengan
bekerjasama dengan institut atau universiti di luar negeri. Sesetengah
universiti di luar negeri pula membuka cawangan di Malaysia. Selain itu,
terdapat juga Institut Pendidikan Guru Malaysia
yang menawarkan program ijazah sarjana muda perguruan dan politeknik
yang menawarkan kursus diploma dan sijil bagi yang berminat.Terdapat juga
kajian yang dilakukan mengenai Sistem penilaian prestasi pelajar
Jenis
sekolah
a.
Sekolah
Kebangsaan
Bahasa Malaysia
digunakan sebagai bahasa pengantar di Sekolah Kebangsaan. Sekolah Kebangsaan
merupakan salah satu jenis sekolah rendah.
b.
Sekolah Kluster
Sekolah kluster
satu jenama yang diberi kepada sekolah yang dikenal pasti cemerlang dalam
klusternya daripada aspek pengurusan sekolah dan kemenjadian murid. Pewujudan
sekolah kluster bertujuan melonjakkan kecemerlangan sekolah dalam sistem
pendidikan Malaysia dan membangun sekolah yang boleh dicontohi oleh sekolah
dalam kluster yang sama dan sekolah lain di luar klusternya.
c.
Sekolah Jenis
Kebangsaan
Bahasa Cina atau Bahasa Tamil digunakan
sebagai bahasa pengantar. Sekolah Jenis Kebangsaan merupakan salah satu jenis
sekolah rendah. Dari tahun 1995 hingga 2000, pengagihan Rancangan Malaysia
Ketujuh membahagikan 96.5% kepada Sekolah Kebangsaan yang hanya mempunyai 75%
daripada pelajar sekolah rendah. Sekolah Jenis Kebangsaan Cina (21% daripada
pelajar sekolah rendah) mendapat 2.4% daripada pengagihan manakala Sekolah
Jenis Kebangsaan Tamil (3.6% daripada pelajar sekolah rendah) mendapat 1%
daripada pengagihan.
d. Sekolah Wawasan
Beberapa sekolah awam berkongsi
kemudahan yang sama di dalam sebuah sekolah yang dikenali sebagai Sekolah
Wawasan. Penubuhan Sekolah Wawasan adalah untuk menggalakkan interaksi yang
lebih rapat antara kaum. Akan tetapi, kebanyakan orang Cina dan orang India
membantah Sekolah Wawasan kerana mereka percaya bahawa Sekolah Wawasan akan
mengehadkan penggunaan bahasa ibunda di sekolah.
e. Sekolah Agama Islam
Sekolah pondok,
madrasah
dan sekolah agama Islam
lain merupakan bentuk sekolah asal di Malaysia. Sekolah-sekolah sedemikian
masih wujud di Malaysia tetapi bukan sebahagian daripada pelajaran kanak-kanak
di kawasan bandar. Pelajar di kawasan luar bandar masih belajar di
sekolah-sekolah ini. Oleh sebab keputusan pelajaran di sekolah-sekolah ini
tidak diterima oleh kebanyakan universiti di Malaysia, kebanyakan pelajar ini
perlu melanjutkan pelajaran ke kawasan seperti Pakistan atau Mesir.
f. Sekolah Bestari
g. Sekolah Teknik dan Vokasional
Sekolah Menengah Teknik
dan vokasional memberi peluang kepada murid yang mempunyai kecenderungan dalam
pendidikan sains dan teknologi untuk memenuhi tenaga kerja dalam bidang
industri Negara. Kementerian Pelajaran Malaysia menawarkan program-program yang
membolehkan murid berpotensi menjadi separa profesional atau profesional dalam
pelbagai bidang teknikal dan kejuruteraan.
h.
Sekolah
Berasrama Penuh
Maktab Rendah Sains MARA
(MRSM) dan Sekolah Berasrama Penuh atau Residential School juga dikenal sebagai
sekolah-sekolah sains (Science Schools).
Sekolah-sekkolah ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan calon-calon elit
Malaysia tetapi kemudian diperluas sebagai sekolah untuk menjaga Malaysia dengan
cara menerima siswa dengan kemampuan akademik dan bakat-bakat olahraga serta
kepemimpinan yang menonjol. Sekolah tersebut dijadikan sebagai model setelah
Sekolah Asrama Inggris (British Boarding
School).
C. Perbandingan
Sitem Pendidikan di Indonesia dan di Malaysia
Pada tahun 2009, terdapat 5.154.000
siswa baru yang masuk SD di Indonesia. Selain itu, 1.062.000 siswa mengulang
kelas dan (hanya) 80% yang berhasil mencapai kelas enam pada tahun ajaran
2008-9. Di sisi lain, terdapat 481.000 siswa baru yang masuk SD di Malaysia
pada tahun 2009 serta tidak ada siswa yang mengulang kelas dan 96% siswa di SD
berhasil mencapai kelas enam pada tahun ajaran 2008-9 (hal. 104, 124). Dengan
kata lain, walaupun jumlah siswa yang baru masuk SD di Indonesia hampir sebelas
kali lipat dari Malaysia, tetapi persentase keberhasilan siswa mencapai kelas
enam lebih rendah 16% ketimbang Malaysia pada tahun yang sama. Hal itu tentu
berkait dengan jumlah siswa yang mengulang kelas maupun faktor lainnya seperti
putus sekolah karena tidak ada biaya.
Di Indonesia, usia wajib sekolah ialah
7-15 tahun sementara di Malaysia antara 6-11 tahun. Namun, jumlah siswa (pada
usia wajib sekolah) yang mengalami putus sekolah di Indonesia (389.000 siswa)
adalah dua kali lipat ketimbang Malaysia (192.000 siswa). Selain itu, pada
level pendidikan menengah dan vokasional, ketertinggalan Indonesia dari
Malaysia tidak jauh berbeda. Usia wajib sekolah pada jenjang ini ialah 13 tahun
di Indonesia (3 tahun SMP dan 3 tahun SMA) serta 12 tahun di Malaysia (3 tahun
SMP dan 4 tahun SMA). Dalam kelompok siswa itu, ada 19.521.000 siswa pada tahun
2009 dan satu persen dari mereka pernah mengulang kelas pada tahun yang sama di
Indonesia; sementara dari 2.537.000 siswa di Malaysia pada jenjang dan tahun
yang sama, hampir tidak ada dari mereka (nol persen) yang mengulang kelas (hal
134, 146, 158). Padahal, janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
merupakan jaminan bahwa tidak ada satu pun warga negara yang putus sekolah
sebab ketiadaan biaya.
Keprihatinan juga muncul dari dunia
pendidikan tinggi. Indonesia hanya menjadi negara tujuan bagi 3.023 mahasiswa
asing sementara Malaysia menjadi negara tujuan bagi 41.310 mahasiswa asing
(hampir 14 kali lipat ketimbang Indonesia) pada tahun 2009. Malaysia pun
menjadi negara keempat tujuan kuliah bagi warga negara Singapore (606 mahasiswa
pada tahun 2009), sementara Indonesia menjadi negara tujuan nomor satu bagi
mahasiswa Timor Leste (1.421 mahasiswa pada 2009) dan tidak masuk ke dalam lima
besar negara tujuan studi warga negara Singapore. Di sisi lain, hanya 32.346
mahasiswa Indonesia yang studi di luar negeri pada tahun 2009, sementara
Malaysia memiliki lebih dari 1,5 kali lipat jumlah mahasiswa Indonesia yang
studi di luar negeri (53.121 mahasiswa). Lima negara teratas untuk tujuan studi
bagi mahasiswa Indonesia ialah Australia (10.205), U.S.A. (7.386), Malaysia
(7.325), Jepang (1.788), Jerman (1.546) dan menarik untuk dicatat bahwa
Malaysia masuk ke dalam lima besar negara tujuan studi bagi mahasiswa
Indonesia. Padahal, Indonesia tidak masuk ke dalam lima besar negara tujuan
studi bagi mahasiswa Malaysia (Australia [19.970], U.K. [12.697], U.S.A.
[5.844], Rusia [2.516], Jepang [2.147]) pada tahun 2009 (hal. 201).
Sebagai catatan, menarik untuk
disampaikan bahwa walaupun Indonesia merupakan negara penerima beasiswa
terbesar dari AusAid, jumlah mahasiswa Malaysia yang studi di Australia lebih
banyak 9.765 orang ketimbang mahasiswa Indonesia pada tahun 2009. Dengan kata
lain, lebih banyak warga Malaysia – ketimbang WNI – yang mampu membayar kuliah
ke Australia atau Putra Jaya memberikan lebih banyak beasiswa bagi warga
negaranya ketimbang yang disediakan Jakarta bagi WNI untuk studi ke Australia.
Dengan demikian, wajar saja bila WNI di
perbatasan Kalimantan Barat, umpamanya, lebih memilih memiliki akta kelahiran
Malaysia ketimbang Indonesia, sebab hal tersebut memberikan kemungkinan yang lebih
besar bagi mereka untuk sekurangnya dua hal:
(1) Mendapatkan
pekerjaan dengan penghasilan yang lebih besar
(2) Kualitas
pendidikan (dasar dan menengah) yang lebih baik dan kesempatan
untuk mengakses pendidikan tinggi dengan
beasiswa di malaysia maupun ke
negara lain.
Di sisi lain, mengapa para pejabat dan
sebagian WNI naik pitam dengan fenomena tersebut yang akar masalahnya adalah
(1)
Ketidakmampuan
pemerintah (pusat maupun daerah) memberikan kesejahteraan
dan
pendidikan berkualitas tinggi
(2)
Rendahnya
ekspektasi kehidupan (pendidikan, kesejahteraan, kesehatan) sebagian
besar
rakyat Indonesia.
D. Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan di Indonesia
Pemerintah harus bisa membuat prioritas dalam upaya perbaikan kualitas
manusia Indonesia. Realisasi anggaran pendidikan yang mencapai 20% dari total
APBN negara harus bisa segera direalisasikan oleh pemerintah. Jangan sampai
anggaran yang telah besar ini justru dikorup oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. Penetapan sistem pendidikan yang baku serta tidak harus
berubah pada setiap pergantian menteri harus bisa menjadi target pemerintah.
Hal ini bisa memberikan kepastian bagi setiap pengajar dan sekolah. Kelengkapan
fasilitas serta pemerataan kualitas pendidikan bagi setiap warga negara,
khususnya daerah-daerah yang jauh dari pusat kota. Daerah-daerah seperti ini
seharusnya menjadi fokus pemerintah karena banyak sekali masyarakat yang tidak
memperoleh hak mereka dalam memperoleh pendidikan. Terakhir, perbaikan kualitas
para pendidik pun harus bisa diperhatikan oleh pemerintah. Jangan sampai para
guru yang mengajari para calon pemimpin bangsa ini justru merupakan orang-orang
yang tidak mengerti apa yang mereka ajarkan. Inilah beberapa hal yang harus
segera dilakukan pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah SDM di
Indonesia.
Strategi Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Kualitas pendidikan dapat
ditingkatkan melalui beberapa cara, seperti :
1.
meningkatkan ukuran prestasi akademik melalui ujian
nasional atau ujian daerah yang menyangku kompetensi dan pengetahuan,
memperbaiki tes bakat (Scolastik Aptitude Test), sertifikasi kompetensi dan
profil portofolio (portofolio profile),
2.
membentuk kelompok sebaya untuk meningkatkan gairah
pembelajaran melalui belajar secara kooperatif (coorperative learning),
3.
menciptakan kesempatan baru di sekolah dengan mengubah
jam sekolah menjadi pusat belajar sepanjang hari dan tetap membuka sekolah pada
jam-jam libur,
4.
meningkatkan pemahaman dan penghargaan belajar melalui
penguasaan materi (mastery learning) dan penghargaan atas pencapaian prestasi
akademik,
5.
membantu siswa memperoleh pekerjaan dengan menawarkan
kursus-kursus yang berkaitan dengan keterampilan memperoleh pekerjaan (John
Bishop, dalam Nurkholis).
6.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh
dalam menerapkan Total Quality Management (TQM). TQM pertama kali dikemukakan
dan dikembangkan oleh Edward Deming, Paine, dkk tahun 1982. TQM dalam
pendidikan adalah filosofi perbaikan terus-menerus dimana lembaga pendidikan
menyediakan seperangkat sarana atau alat untuk memenuhi bahkan melampaui
kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan saat ini dan dimasa yang akan
datang. TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba
untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. Namun pendekatan TQM hanya dapat
dicapai dengan memperhatikan karakteristiknya, yaitu: 1) fokus pada pelanggan
baik internal maupun eksternal, 2) memiliki obsesi yang tinggi terhadap
kualitas, 3) menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah, 4) memiliki komitmen jangka panjang, 5) membutuihkan
kerjasama tim, 6) memperbaiki proses secara berkesinambungan, 7)
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, memberikan kebebasan yang
terkendali, 9) memiliki kesatuan tujuan, dan 10) adanya keterlibatan dan
pemberdayaan karyawan.
7.
Manajemen berbasis sekolah
sebagai alternatif peningkatan mutu pendidikan
Peningkatan kualitas pendidikan sangat menekankan pentingnya peranan
sekolah sebagai pelaku dasar utama yang otonom, dan peranan orang tua dan
masyarakat dalam mengembangkan pendidikan. Sekolah perlu diberikan kepercayaan
untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan
dan dan kebutuhan pelanggan. Sekolah sebagai institusi otonom diberikan peluang
untuk mengelolah dalam proses koordinasi untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan. Konsep pemikiran tersebut telah mendorong munculnya pendekatan
baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu yang berbasis sekolah. Pendekatan
inilah yang dikenal dengan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school
based quality management/school based quality improvement).Konsep peningkatan
mutu pendidikan berbasis sekolah muncul dalam kerangka pendekatan manajemen
berbasis sekolah. Pada hakekatnya MBS akan membawa kemajuan dalam dua area yang
saling tergantung, yaitu, pertama, kemajuan program pendidikan dan pelayanan
kepada siswa-orang tua, siswa dan masyarakat. Kedua, kualitas lingkungan kerja
untuk semua anggota organisasi.
Wohlstetter dalam Watson (1999)
memberikan panduan yang komprehensif sebagai elemen kunci reformasi MBS yang
terdiri dari atas: 1) menetapkan secara jelas visi dan hasil yang diharapkan,
2) menciptakan fokus tujuan nasional yang memerlukan perbaikan, 3) adanya
panduan kebijakan dari pusat yang berisi standar-standar kepada sekolah, 4)
tingkat kepemimpinan yang kuat dan dukungan politik serta dukungan kepemimpinan
dari atas, 5) pembagunan kelembagaan (capacity building) melalui pelatihan dan
dukungan kepada kepala sekolah, para guru, dan anggota dewan sekolah, 6) adanya
keadilan dalam pendanaan atau pembiayaan pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia dan Malaysia
memiliki sejarah yang panjang mulai dari masa sebelum merdeka dan setelah
merdeka. Perkembangan pendidikan ini banyak mendapat pengaruh dari bangsa yang
menjajah di kedua negara ini. Untuk jenjang pendidikan di Indonesia dan
Malaysia pada dasarnya adalah sama yaitu terdiri dari jenjang pendidikan
prasekolah, dasar (rendah), menengah dan tinggi.
Setiap negara memiliki kebijakan wajib
belajar untuk warganya masing-masing. Setiap keluarga yang memiliki anak
diwajibkan untuk menempuh pendidikan seperti yang ditetapkan pemerintah. Hal
ini bertujuan untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Untuk setiap jenjang pendidikan terdapat
evaluasi hasil belajar melalui ujian baik itu di tengah semester maupun di
akhir semester. Melalui ujian akan diketahui sejauh mana kemampuan dan seberapa
banyak yang dapat diserap oleh anak serta dapat diketahui kesiapan anak untuk
menempuh jenjang pendidikan selanjutnya.
Masalah pendidikan merupakan masalah
yang penting bagi setaip negara maka diperlukan pengelolaan yang serius dan
matang dari pihak-pihak yang terkait.
B.
Saran
Untuk
meningkatkan kualitas pendidikan maka perlu kerjasama yang solid antar berbagai
pihak. Dengan keharmonisan hubungan dan usaha keras tidak mustahil kualitas pendidikan
di Indonesia dapat ditingkatkan sehingga dapat mengejar ketertinggalan dari
negara lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs. Abd. Rachman Assegaf,
M.A.2003. Internasionalisasi Pendidikan.Yogyakarta:
Gama Media
http://anannur.wordpress.com/2010/08/03/membandingkan-dasar-dan-tujuan-pendidikan-nasional-di-indonesia-dan-malaysia/
diakses
22 maret jam 2.52
http://duniabaca.com/manajemen-berbasis-sekolah-solusi-peningkatan-kualitas-pendidikan.html
diakses 20 maret 2012 jam 8.58
http://edukasi.kompasiana.com/2010/02/18/peningkatan-kualitas-pendidikan-di-indonesia/
diakses 20 maret 2012 jam 9.12
http://kulanzsalleh.com/sejarah-perkembangan-sistem-pendidikan-di-malaysia/
diakses kamis 22 maret jam 11.22
Rohman, Arif. 2010. Pendidikan Komparatif: Menuju ke Arah Metode
Perbandingan Pendidikan Antar Negara. Yogyakarta: Laksabang Grafika
Sekolah Kejuruan Indonesia adalah terbaik dan patut dimajukan...
BalasHapusEndonesia pendidikan terburuk dan ketinggalan 120 tahun
BalasHapus